WahanaNews.co | PT PLN (Persero) selalu melakukan investasi besar-besaran di setiap tahunnya hingga mencapai rata-rata Rp 100 triliun per tahun. Investasi ini merupakan bentuk perluasan
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan, nilai proyek yang digarap perseroan setiap tahun sangat besar, sehingga tak bisa dibiayai hanya dengan kas perusahaan. Sedangkan untuk melakukan pinjaman, ini juga akan berdampak pada menumpuknya nilai utang perusahaan hingga ratusan triliun.
Baca Juga:
PLN dan Pemkot Operasikan SPKLU Khusus Angkot Berbasis Listrik di Kota Bogor
"Karena cashflow PLN tidak cukup untuk biayai investasi Rp 100 triliun setiap tahun. Padahal, labanya hanya Rp 5 triliun," kata Zulkifli dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (1/9/2021).
Nilai investasi ini pun sebenarnya sudah diturunkan dari tahun-tahun sebelumnya, di mana sebelumya nilai investasi ini bahkan mencapai Rp 120 triliun. Dan pada tahun ini telah diturunkan lagi dari Rp 100 triliun menjadi Rp 78 triliun.
Namun tetap saja, imbuhnya, sisa biaya investasi ini harus dipenuhi dari sumber eksternal. Kondisi ini terjadi setiap tahunnya, sehingga menyebabkan nilai utang PLN pun menumpuk hingga Rp 500 triliun.
Baca Juga:
PLN Operasikan SPKLU Khusus Angkot Listrik di Kota Bogor
"Jadi, Rp 5 triliun dibandingkan investasi Rp 78 triliun, dari cash di PLN itu tidak cukup. Sehingga, setiap tahun PLN harus meminjam ke bank. Jadi, kalau dilihat itu kenapa PLN punya pinjaman bank hampir Rp 500 triliun," jelasnya.
Untuk itu, PLN pada 2022 telah dianggarkan untuk mendapatkan penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 5 triliun. Diakuinya sendiri, meski sudah dibantu pemerintah, namun biaya ini masih belum dirasa cukup.
"Secara umum, kami pahami concern Bapak, Ibu, kami akan penuhi Lisdes. Lisdes tidak mungkin diserahkan ke swasta, ini kan tidak feasible. Siapa yang mau laksanakan Lisdes di ujung Indonesia itu. Secara umum saya sampaikan, kami commit jaga PMN betul-betul dilaksanakan sesuai rencana. Tapi kami mohon dibantu karena tahun 2022 kami minta Rp 10 triliun, dikasih hanya Rp 5 triliun," paparnya.