WahanaNews.co | Kinerja bulanan ekspor pada Juli 2021 tercatat menurun dibanding bulan
sebelumnya. Penyebab turunnya nilai ekspor pada bulan Juli dinilai karena
terpengaruhi dengan kondisi pemberlakuan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan
Masyarakat (PPKM).
Penilaian
tersebut dikonfirmasi langsung oleh Koordinator Wakil Ketua Umum III Kamar
Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Maritim, Investasi, dan Luar
Negeri Shinta W. Kamdani.
Baca Juga:
Jokowi Sampaikan Ucapan Idulfitri 1444 Hijriah
Shinta
menyatakan pemberlakuan PPKM memang sangat berpengaruh dalam laju kinerja
ekspor pada bulan Juli 2021 lalu.
"Kontrasi
kinerja ekspor Juli lalu lebih disebabkan oleh PPKM. Meskipun begitu, kami
terus mendorong agar kita tetap melakukan diversifikasi pasar ekspor dan
diversifikasi produk ekspor unggulan nasional sehingga kinerja ekspor nasional
bisa lebih stabil dengan menurunkan ketergantungan pada pasar atau komoditas
ekspor tertentu," paparnya pada Rabu (18/8/2021).
Lalu Shinta
juga menyatakan pihaknya tak memungkiri jika Indonesia harus menaruh perhatian
pada kondisi pasar China karena pangsanya yang besar terhadap total ekspor.
Namun, China dinilai tetap memiliki potensi pertumbuhan ekonomi dan permintaan
yang baik selama gelombang lonjakan kasus Covid-19 tak terjadi.
Baca Juga:
Industri Retail Antisipasi Perubahan Konsumen di Masa Pascapandemi
"Hal ini
terlihat dari fakta bahwa ekspor ke China untuk produk lainnya masih relatif
baik. Saya kira satu-satunya faktor yang berkontribusi pada penurunan adalah
ekspor kita ke China adalah tuduhan dumping atas produk besi dan baja Indonesia
beberapa bulan lalu," kata Shinta.
Mengingat China
merupakan salah satu pasar terbesar ekspor besi dan baja, Shinta mengatakan
pengenaan tarif tambahan pada produk tersebut bakal berimbas ke kinerja
perdagangan ke Negeri Panda.
Hal tersebut,
lanjutnya, merupakan salah satu konsekuensi dari kurangnya diversifikasi produk
ekspor ke China. Dia memberi catatan pula mengenai posisi China sebagai negara
tujuan ekspor terbesar Indonesia, yakni sebesar 21,35 persen pada Juli 2021.
Jika China mengalami kontraksi perekonomian, dampaknya akan secara langsung
dirasakan Indonesia.