WahanaNews.co | Pakar Ekonomi Pertanian Universitas Negeri Semarang (Unnes), Prof Sucihatiningsih Dian Wisika Prajanti mengungkapkan, rencana pembatasan pupuk tetaplah harus dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai kondisi, di antaranya adalah ketergantungan petani terhadap pupuk subsidi.
"Pembatasan juga dapat membebani para petani yang sudah bergantung pada penggunaan pupuk, tentu tidak mudah diubah dalam waktu singkat," ujarnya, beberapa waktu lalu.
Baca Juga:
Soal Food Estae, Cak Imin Sebut Sengaja Namanya Susah Supaya Petani Tak Paham
Jika memang ada kenaikan harga dari bahan dasar pupuk, lanjut Prof Sucihatiningsih, pemerintah mesti tetap berupaya untuk memenuhi penyaluran pupuk tersebut, meski dengan jumlah yang terbatas.
"Pada bahan baku pupuk dan dengan alokasi anggaran untuk subsidi pupuk dari APBN yang terbatas maka, memang implementasi (berbeda) pengaturan subsidi pupuk tersebut," kata Guru Besar Unnes ini.
Karena ada rencana pembatasan pupuk bersubsidi, Prof Suci melanjutkan, maka diharapkan hanya petani yang benar-benar membutuhkan akan menerima pupuk subsidi.
Baca Juga:
Ekonom Bagikan Cara Dorong Produktivitas Pertanian di Masa Sulit
Di sisi lain, pembatasan juga sangat berpengaruh terhadap beban kebutuhan yang mesti dikeluarkan petani dalam masa tanam.
"Seperti misalnya penggunaan pupuk SP-3 dan pupuk organik untuk pupuk tambahan. Jika pupuk tersebut tidak disubsidi di tahun ini, maka petani harus mengeluarkan biaya tambahan yang tentu akan sangat membebani para petani, Selain itu, pembatasan pupuk bersubsidi dapat menyebabkan terjadinya kelangkaan pupuk lebih parah," tuturnya.
Apabila hal ini terjadi, Prof Suci menyarankan pemerintah untuk menggenjot bantuan lain dalam bentuk program seperti kredit pertanian dengan bunga rendah, sehingga petani yang terbebani tadi dapat terbantu dalam menjalankan usaha tani.