WahanaNews.co | Kementerian Keuangan memperkirakan anggaran subsidi tahun ini bakal bengkak dari yang ditargetkan Rp 207 triliun jadi Rp 284 triliun. Anggaran belanja APBN pun diperkirakan kian menggelembung.
Salah satu penyebab dari kenaikan anggaran subsidi tahun ini adalah anggaran belanja kompensasi BBM dan listrik. Hal itu tentu didorong oleh kenaikan harga minyak dunia. Lalu apakah kondisi ini berbahaya bagi APBN?
Baca Juga:
Usai Bersaksi di MK, Menkeu Sri Mulyani: Forum Baik Rawat Nalar Publik
Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, terkait dengan kenaikan anggaran subsidi yang mendorong melebarnya belanja negara perlu dilihat dari berbagai sisi.
Salah satunya terkait kebijakan yang diambil pemerintah.
"Jika dilihat dari konteks pemulihan ekonomi tentu peningkatan subsidi ini menjadi perlu untuk dilakukan. Dengan bertambahnya ongkos yang dipegang oleh masyarakat karena tidak harus membayar biaya energi yang lebih besar, maka berpotensi mendorong konsumsi rumah tangga ke level yang lebih stabil," tuturnya saat dihubungi wartawan, Minggu (3/7/2022).
Baca Juga:
Sri Mulyani Sampaikan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2023 Kepada BPK
Memang, diakui Yusuf bahwa penyaluran subsidi energi selama ini seharusnya lebih tepat sasaran. Pemerintah pun tengah berupaya untuk mendorong perubahan dalam penyaluran subsidi energi seperti listrik dan BBM.
Lalu terkait dengan menahan harga BBM yang berpengaruh terhadap beban belanja APBN, Yusuf menilai perlu juga dilihat dari seberapa kuat kemampuan APBN itu sendiri.
Sebelumnya Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebut harga keekonomian harga BBM Pertalite dan Pertamax berada di atas Rp 30.000 saat ini. Jauh di atas harga jual di pasaran saat ini.