WahanaNews.co | Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Firli Bahuri, meminta pemerintah tidak memperlakukan limbah Fly Ash Bottom Ash (FABA) batubara di
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PT PLN (Persero) sebagai limbah B3
(Bahan Beracun Berbahaya).
Menurutnya,
penetapan FABA dari PLTU sebagai limbah B3 melahirkan potensi terjadinya tindak
pidana korupsi pada proses perizinan.
Baca Juga:
PLN dan Pemkot Operasikan SPKLU Khusus Angkot Berbasis Listrik di Kota Bogor
Hal itu
disampaikan Firli dalam suratnya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), bernomor
B/5909/LIT.05/01-15/11/2020 tertanggal 20 November 2020, perihal Rekomendasi
Perbaikan Regulasi Limbah Batubara PLTU.
Melalui
surat itu, yang menurutnya merupakan bagian dari kewenangan KPK untuk melakukan
tugas pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara, Firli
menyebutkan bahwa hingga saat ini FABA dari PLTU masih ditetapkan sebagai
limbah B3, sesuai lampiran PP Nomor 101 Tahun 2014.
Akibatnya,
PLN harus mengelola FABA batubara dari PLTU ini sesuai dengan standar
pengelolaan limbah B3, termasuk mekanisme perizinannya.
Baca Juga:
PLN dan Kementerian ESDM Cek Kesiapan SPKLU di Banten untuk Kelancaran Layanan Arus Mudik
"Dampak
dari pengelolaan ini adalah peningkatan biaya pokok pembangkitan listrik
senilai Rp 3-4 triliun/tahun atau berkisar antara Rp 74/kwh (di P Jawa) hingga
Rp 790,65/kwh (di luar P Jawa). Selanjutnya, sebagai limbah B3, maka [FABA
batubara] tidak boleh diproses sebagai bahan baku industri lain," kata Firli.
Padahal,
lanjut Ketua KPK, berdasarkan studi literaturnya pada praktik umum di
negara-negara lain, seperti Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, Australia,
China, dan negara-negara Eropa, FABA dimasukkan dalam kategori limbah non-B3.
"Sehingga
tidak diperlukan perizinan dan perlakuan teknis khusus, bahkan FABA diolah
menjadi bahan baku industri lain, seperti pembuatan bahan bangunan, jalan,
pengurugan, dan lain-lain," katanya.