WahanaNews.co | Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy
Prabowo, memperlihatkan sikap siap menanggung konsekuensi jika memang terbukti
bersalah. Dia ingin koperatif dalam menghadapi proses hukum kasus dugaan suap
izin ekspor benih lobster yang menjeratnya. Bahkan, ia menyatakan siap dihukum
mati bila memang dinyatakan bersalah.
Hal itu disampaikan Edhy Prabowo usai menjalani pemeriksaan
penyidik KPK pada Senin (22/2). Dalam pemeriksaan itu, ia menandatangani
perpanjangan penahanan untuk 30 hari ke depan.
Baca Juga:
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho ke Dewas
"Kalau memang saya dianggap salah, saya tidak lari dari
kesalahan, saya tetap tanggung jawab. Jangankan dihukum mati, lebih dari itu
pun saya siap, yang penting demi masyarakat saya," ujar Edhy di Gedung
Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (22/2).
"Saya tidak bicara lantang dengan menutupi kesalahan,
saya tidak berlari dari kesalahan yang ada. Silakan proses peradilan berjalan,
makannya saya lakukan ini. Saya tidak akan lari, dan saya tidak bicara bahwa
yang saya lakukan pasti bener, enggak," lanjutnya.
Dalam kesempatan itu, Edhy pun menjawab sejumlah pertanyaan
yang dilontarkan wartawan. Salah satunya terkait dengan keran kebijakan ekspor
benih lobster yang di era kepemimpinannya dibuka.
Baca Juga:
PDIP Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran
Edhy mengatakan, sektor lobster ini memiliki peluang besar
untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan. Masyarakat, kata dia, mendapatkan
tambahan pekerjaan dengan menangkap lobster. Meski begitu ia tak menyebut
eranya lebih baik dibandingkan kebijakan menteri sebelumnya.
"Saya tidak bicara lebih baik atau tidak. Saya ingin
menyempurnakan, intinya adalah setiap kebijakan yang saya ambil untuk
kepentingan masyarakat. Kalau atas dasar masyarakat itu harus menanggung akibat
akhirnya saya dipenjara itu sudah risiko bagi saya," kata Edhy.
Dalam dakwaan, Edhy Prabowo disebut menerima suap miliaran
dari para calon eksportir. Suap diduga imbal balik atas izin ekspor yang
diberikan.
Dua staf khusus Edhy Prabowo, Andreau Misanta Pribadi dan
Safri, diduga berperan aktif dalam mengatur perizinan tersebut. Termasuk
mengatur besaran fee untuk Edhy Prabowo. Transaksi suap pun diduga terjadi di
Kantor Kementerian KP Gedung Mina Bahari IV Lantai 16.
Andreau dan Safri merupakan tim Uji Tuntas Perizinan Usaha
Perikanan Budidaya Lobster. Andreau adalah ketuanya, sementara Safri adalah
wakil ketua. Tim ini mengurusi administrasi dokumen calon eksportir benur.
Selaku Tim Due Dilligence, keduanya diduga mengatur proses
perizinan ekspor benih lobster. Termasuk dengan Direktur PT Dua Putera Perkasa
Pratama (PT DPPP) Suharjito. Beberapa pertemuan dengan Suharjito pun terjadi
guna membahas izin hingga suap.
Perihal soal pengaturan serta pertemuan anak buahnya dengan
pengusaha benur, Edhy Prabowo mengaku tidak mengetahuinya.
"Kalau saya tahu pasti saya hentikan, saya larang. Yang
jelas, di setiap kesempatan saya ingatkan mereka untuk berhati hati dan waspada
setiap kegiatan. Jangan mau disogok," ungkap Edhy.
Politikus Gerindra itu mengeklaim sudah melakukan perbaikan
di KKP saat menjabat sebagai menteri. Termasuk soal perizinan.
"Anda lihat izin kapal yang saya keluarkan ada 4 ribu
izin dalam waktu 1 tahun saya menjabat. Bandingkan, yang tadinya izin sampai 14
hari, saya bikin hanya 1 jam," ucapnya. [qnt]