WahanaNews.co | Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat vonis
terhadap mantan Direktur Utama PT PLN (Persero), Nur Pamudji.
Dalam putusan banding Nomor: 36/PID.SUS-TPK/2020/PT.DKI tertanggal 4 November 2020,
lima anggota majelis hakim menambah hukuman penjara Nur Pamudji dari 6 tahun
menjadi 7 tahun, dengan
perintah penahanan. PT DKI juga menambah pidana denda dari Rp 200 juta menjadi Rp 300
juta.
Baca Juga:
PLN dan Kementerian ESDM Cek Kesiapan SPKLU di Banten untuk Kelancaran Layanan Arus Mudik
Putusan ini merupakan respons atas
banding yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Nur Pamudji atas putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Nomor:
94/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst tertanggal 13 Juli
2020.
Majelis hakim PT DKI Jakarta menilai,
alasan kedua belah pihak dalam memori banding harus ditolak.
Majelis hakim banding menilai, pertimbangan pengadilan tingkat pertama terhadap
perbuatan korupsi Nur Pamudji selaku Direktur Energi Primer PT PLN (Persero)
periode 2009-2011 dan selaku Direktur Utama PT PLN (Persero) periode 2011-2014
secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan subsider sudah tepat dan benar.
Baca Juga:
Kementan Gencarkan Listrik Masuk Sawah Dukung Program Pompanisasi
Menurut majelis hakim banding, Nur
Pamudji terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi dengan
tujuan menguntungkan Honggo atau Tuban Konsorsium bersama-sama dengan Honggo
Wendratno selaku Direktur Utama PT Trans Pacifik Petrochemical Indotama (TPPI)
dan selaku Ketua Tuban Konsorsium.
Nur Pamudji dinilai menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya yaitu dengan menetapkan
Tuban Konsorsium sebagai pemenang lelang dalam pengadaan Bahan Bakar Minyak
(BBM) jenis High Speed Diesel (HSD) yang tidak sesuai dengan hasil kualifikasi
Panitia Pengadaan.
Akibatnya, terjadi kerugian keuangan negara cq PT PLN (Persero)
sebesar Rp 188.745.051.310,72.