WahanaNews.co | Selepas
penghentian perkara skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) oleh KPK, kini
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken aturan untuk memburu aset berkaitan BLBI
tapi lembaga antikorupsi itu tidak diajak.
Baca Juga:
Survei LSI: Tingkat Kepuasan Publik pada Jokowi Naik 76,2 Persen
Urusan BLBI yang bila dirunut dari tahun 1997-1998 ini
kembali mencuat karena benang kusutnya tidak juga terurai. Belakangan malah KPK
menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk perkara BLBI
dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Sjamsul Nursalim.
KPK beralasan SP3 itu untuk memberikan kepastian hukum
karena penyelenggara negara dalam perkara itu yaitu Syafruddin Arsyad
Temenggung sebagai mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)
telah lebih dulu dilepas Mahkamah Agung (MA). Menurut KPK, oleh karena tidak
adanya penyelenggara negara--yang menjadi keharusan bagi KPK mengusut perkara
korupsi--maka SP3 itu diterbitkan.
Usai drama SP3 itu kini Presiden Jokowi meneken Keputusan
Presiden Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana
BLBI. Untuk apa?
Baca Juga:
Berantas Judi Online Pemerintah Bakal Bentuk Satgas Lintas Lembaga
Salinan aturan itu sendiri belum terbuka bagi publik. Namun
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud
Md sedikit memberikan kisi-kisi.
"Tanggal 6 April 2021, Presiden mengeluarkan keppres.
Isinya? Keppres yang dimaksud adalah Keppres No 6 Tahun 2021 tentang Satgas
Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI. Di dalam keppres tersebut ada lima
menteri ditambah Jaksa Agung dan Kapolri, yang ditugasi mengarahkan Satgas
untuk melakukan penagihan dan pemrosesan semua jaminan agar segera jadi aset
negara," ujar Mahfud Md melalui akun Twitter-nya, seperti dilihat Jumat
(8/4/2021). Ejaan dalam kutipan telah disesuaikan
"Kini pemerintah akan menagih dan memburu aset-aset
karena utang perdata terkait BLBI, yang jumlahnya lebih dari Rp 108
triliun," ujarnya.