WahanaNews.co | Polisi Republik Indonesia (Polri) sebelumnya
mengungkap, penyebab kebakaran Gedung Kejaksaan Agung adalah api yang
bersumber dari rokok pekerja bangunan. Para tersangka pun kini ditahan pihak
kepolisian.
Konsultan
Lentera Anak, Reza Indragiri Amriel, menilai, meski para tersangka pelaku telah ditahan,
namun masalah sepatutnya tidak berhenti sampai di situ saja.
Baca Juga:
Terkait Kasus Korupsi Timah, Kejagung Telusuri Aset-aset Harvey Moeis
Menurut
Reza, sekian banyak data menunjukkan rokok sebagai salah satu penyebab
kebakaran bangunan, termasuk rumah. Rokok bahkan tercatat
sebagai penyebab kebakaran yang memakan paling banyak korban jiwa.
"Begitu
tingginya risiko kebakaran dan maut akibat rokok, sehingga perusahaan rokok
tidak bisa begitu saja berlepas tangan dan menimpakan kesalahan sepenuhnya pada
para perokok yang ceroboh mengakibatkan kebakaran," kata Reza, dalam keterangan tertulisnya pada redaksi, Minggu (25/10/2020).
Reza
mencontohkan, dalam kasus terbakarnya bayi berusia dua tahun, Shannon Moore, perusahaan rokok ternama akhirnya
membayar jutaan dolar kepada korban. Nilai tersebut tentu tidak sebanding
dengan kesengsaraan yang diderita bayi malang tersebut.
Baca Juga:
Rumah Harvey Moeis di Jakarta Barat Digeledah Penyidik Kejagung
"Tapi
kasus ini menunjukkan bahwa masyarakat tetap menuntut pertanggungjawaban
industri tembakau saat terjadi tragedi kebakaran akibat rokok," katanya.
Reza
menambahkan, Kanada, negara bagian Amerika Serikat, dan Uni Eropa juga
menetapkan standar bagi industri rokok untuk membuat teknologi yang mengurangi
risiko kebakaran akibat rokok.
Standar
itu harus dipatuhi perusahaan rokok. Begitu pula Australia. Negara tersebut mengeluarkan standar wajib, berupa perkakas untuk mengukur seberapa jauh rokok
dapat memadamkan dirinya sendiri.