WahanaNews.co | Sidang lanjutan kasus kerumunan
pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 dengan terdakwa Rizieq Shihab kembali
digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (30/3/2021).
Agenda
sidang hari ini adalah penyampaian tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) atas
eksepsi yang telah disampaikan Rizieq pada sidang sebelumnya.
Baca Juga:
Kapolres Jaktim: Massa Rizieq Ceburin Motor Polisi ke Sungai
JPU
menanggapi sejumlah poin dari eksepsi Rizieq. Misalnya, soal Rizieq yang
membandingkan kerumunan di acaranya dengan acara Presiden.
Lalu, JPU juga mempermasalahkan sikap
Rizieq dalam eksepsinya yang menggunakan kata-kata tak pantas dengan menyebut
JPU pandir dan dungu.
Berikut
rangkumannya:
Baca Juga:
Aktivitas Massa Rizieq Ganggu Operasional TransJakarta
Soal Kerumunan
Jokowi-Ahok
Pada
sidang eksepsi Jumat pekan lalu, Rizieq menyinggung lima kasus kerumunan di
tengah pandemi Covid-19 yang tak diusut kepolisian.
Pertama,
kerumunan yang disebabkan oleh anak dan menantu Presiden Jokowi dalam
pergelaran Pilkada di Solo dan Medan.
Kedua,
kerumunan anggota Watimpres di Pekalongan.
Selanjutnya,
kerumunan yang dihadiri Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Raffi Ahmad saat
pesta ulang tahun di Jakarta Selatan.
Keempat,
kerumunan acara kongres luar biasa Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatera
Utara, pada 5 Maret 2021.
Terakhir,
kerumunan yang ditimbulkan Presiden Jokowi di Maumere, Nusa Tenggara Timur.
Namun,
JPU menilai, langkah Rizieq menyinggung lima kasus kerumunan tersebut
hanyalah bentuk penggiringan opini yang berlebihan.
"Bahwa
alasan-alasan yang diungkapkan terdakwa, kami anggap hanya sebagai sebuah
penggiringan opini yang mengada-ada, berlebihan, dan tidak berdasar," kata
jaksa, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa
(30/3/2021).
Jaksa
juga menilai, eksepsi Rizieq itu sengaja digunakan untuk menyudutkan JPU
atas tuduhan diskriminatif.
Jaksa
juga mempertanyakan eksepsi Rizieq yang hanya menonjolkan acara Maulid Nabi di
kerumunan Petamburan.
"Padahal,
selain kegiatan Maulid, bersamaan juga terdakwa menyelenggarakan kegiatan
pernikahan anaknya yang dihadiri kurang lebih 5.000 umat," kata jaksa.
"Dan
kegiatan sebelumnya juga menyelenggarakan peresmian peletakan batu pertama
markas syariah di pondok pesantren di Megamendung, Kabupaten Bogor, yang
dihadiri 2.000 orang," tutur jaksa.
Soal Pengkambinghitaman Menko Polhukam
Dalam
eksepsinya, Rizieq sempat menjadikan Menko Polhukam, Mahfud MD, sebagai kambing hitam atas
kerumunan yang timbul di Bandara Soekarno-Hatta saat Rizieq baru saja tiba dari
Arab Saudi, 10 November 2020.
Rizieq
menunjuk Mahfud sebagai penyebab kerumunan karena membolehkan warga datang ke
Bandara.
Namun,
JPU meminta Rizieq tak menjadikan Menko Polhukam, Mahfud MD, sebagai kambing hitam.
"Kalimat-kalimat
(dari Mahfud MD) tersebut tidak ada relevansinya dengan kerumunan yang
ditimbulkan atas kedatangan terdakwa. Seharusnya sebagai yang memahami dampak
kerumunan tidaklah perlu kita mengambinghitamkan Menko Polhukam sebagai
penghasut atas kerumunan dimaksud," kata jaksa.
Menurut
jaksa, tanpa pernyataan dari Menko Polhukam, kedatangan Rizieq kembali ke tanah
air tetap akan menimbulkan kerumunan.
Hal
serupa terbukti terjadi di berbagai kegiatan Rizieq setibanya di tanah air,
seperti kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat, dan Megamendung, Bogor.
"Justru
atas kedatangan terdakwa menimbulkan kerumunan luar biasa, baik yang terjadi di
bandara maupun kegiatan-kegiatan terdakwa di beberapa tempat," ujarnya.
Soal Tak Tahu Kewajiban Isolasi
JPU
menilai, eksepsi Rizieq Shihab yang mengaku tidak mendapatkan
pemberitahuan soal wajib isolasi mandiri 14 hari setelah kembali dari Arab
Saudi tidak dapat diterima.
JPU
mengatakan, selama pandemi Covid-19, protokol kesehatan telah menjadi peraturan
yang berlaku universal di semua tempat.
"Apalagi
terdakwa datangnya dari luar negeri yang jelas-jelas ketentuan asal
keberangkatan Arab Saudi yang juga menerapkan prokes yang telah berlaku
universal," kata jaksa.
JPU
menyatakan, alasan seseorang tidak mengetahui suatu norma hukum tidak dapat
menjadi dalih agar terhindar dari tuntutan dan hukuman.
JPU
menegaskan, ketika suatu peraturan atau undang-undang berlaku, maka setiap
orang dianggap mengetahuinya.
"Ketidaktahuan
seseorang akan hukum tidak dapat jadi alasan pemaaf atau membebaskan orang
tersebut dari tuntutan hukum atau ignorance
of the law excuse no man," tutur JPU.
JPU
mengatakan, mantan Pemimpin FPI ini justru menggelar beberapa kegiatan yang
menimbulkan kerumunan orang di tengah pandemi setelah tiba di tanah air, seperti
acara di Petamburan, Jakarta Pusat, dan Megamendung Bogor.
"Tidak
ada satupun kegiatan terdakwa ada upaya mengimbau masyarakat yang hadir untuk
mematuhi prokes," kata JPU.
Soal Kutipan Ayat Al Quran
JPU
juga menganggap eksepsi Rizieq Shihab soal ayat Al Quran dan hadis Nabi
Muhammad SAW tidak ada kaitannya dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Menurut
jaksa, kutipan ayat Al Quran dan hadis dalam eksepsi Rizieq hanya bagian dari
argumen terdakwa.
"Keberatan
terdakwa tersebut tidaklah termasuk bagian dari dalil hukum yang berlaku
melainkan hanya bersifat argumen terdakwa dengan menggunakan ayat-ayat suci Al
Quran, dan hadis Rasullullah SAW," kata jaksa.
Jaksa
kemudian mengutip salah satu hadis Nabi Muhammad SAW dalam eksepsi Rizieq.
Hadis
tersebut menyebut bahwa Rasulullah tetap tegas menegakkan hukum terhadap
anggota keluarganya yang melakukan kesalahan.
Kutipan
hadis tersebut, menurut jaksa, dapat menunjukkan bahwa semua orang harus tunduk
pada proses hukum yang berlaku.
Semua
orang juga diperlakukan setara di hadapan hukum.
"Jaksa
penuntut umum memaknai siapapun yang bersalah hukum tetap ditegakan, sebagai
mana adagium berbunyi fiat justicia et
pereat mundus dengan menegakkan nilai-nilai keadilan sebagaimana suri
tauladan Rasulullah SAW," ujar jaksa.
Soal JPU Dungu dan Pandir
Jaksa
penuntut umum (JPU) menyatakan, kata-kata "dungu" dan "pandir" yang digunakan oleh Rizieq Shihab
bukan bagian dari eksepsi.
JPU pun
menyatakan kalimat-kalimat tersebut digunakan oleh orang-orang yang tidak
terdidik dan berpikir dangkal.
"Kalimat-kalimat
seperti ini bukanlah bagian dari eksepsi kecuali bahasa-bahasa seperti ini
digunakan oleh orang-orang yang tidak terdidik dan dikategorikan kualifikasi
berpikir dangkal," kata JPU, dalam sidang pembacaan tanggapan atas eksepsi di PN Jakarta
Timur, Selasa (30/3/2021).
Merujuk
kamus umum Bahasa Indonesia, JPU menyebut, pandir berarti bodoh dan bebal, sedangkan dungu berarti tumpul otaknya, tidak mengerti, dan bodoh.
Menurut
JPU, kata-kata tersebut tidak layak ditujukan kepada JPU, karena
JPU merupakan orang yang intelek, terdidik dengan rata-rata pendidikan strata
2, serta berpengalaman puluhan tahun di bidangnya.
"Sangatlah
naif kalau jaksa penuntut umum yang menyidangkan perkara terdakwa dan
kawan-kawan dikatakan orang bodoh, bebal, tumpul otaknya dan tidak
mengerti," ujar JPU.
JPU pun
mengingatkan agar Rizieq tidak menjustifikasi orang lain,
apalagi meremehkan sesama, karena sifat itu menunjukkan akhlak dan moral yang tidak
baik.
"Sungguh
sangat disayangkan seorang tokoh agama yang mengaku dirinya 'imam besar' dari
sebuah organisasi keagamaan yang memiliki visi misi untuk menciptakan akhlakul
karimah, dengan program revolusi akhlaknya, akan tetapi dari semua ucapannya
sangat bertentangan dengan program revolusi akhlaknya," ujar jaksa. [dhn]