Setiap kali dilakukan eksekusi pidana mati terhadap
terpidana narkotika warga negara asing menimbulkan masalah diplomati yang
membuat keretakan hubungan diplomasi yang sangat merugikan Indonesia, meskipun
eksekusi pidana mati adalah masuk yuridiksi hukum pidana Indonesia.
UU kita mengatur terpidana mati perkara narkotika
untuk dilakukan ektradisi. Bagi indonesia ektradisi ini bisa menjadi modal
diplomasi dalam memainkan peranan indonesia dalam hubungan dengan negara lain,
sebaliknya bila dieksekusi justru akan menimbulkan drama diplomasi yang
merugikan.
Baca Juga:
Peluang dan Tantangan: Etika & Politik Kenegaraan Indonesia
Drama diplomasi pernah dilakukan oleh australia dan
brasil ketika warga negaranya dieksekusi mati karena perkara narkotika bahkan
mereka tidak hanya mengecam tapi juga menarik duta besarnya dan mengancam tidak
mengisi duta besarnya lagi.
Kemudian tidak lama kemudian presiden Brasil menolak
memberi surat kepercayaan pejabat yang ditunjuk oleh pemerintah Indonesia
menjadi duta besar di Brasil.
Menyusul drama pembalasan akibat eksekusi pidana
mati berupa ancaman boikot dari Australia agar warganya tidak mengunjungi Indonesia.
Baca Juga:
Oknum Paspampres Pembunuh Imam Masykur Tolak Vonis Mati
Disisi lain banyak warga negara Indonesia yang
dihukum mati di negara lain jumlahnya mencapai ratusan orang, dimana pemerintah
indonesia dituntut masarakatnya untuk melakukan upaya menggagalkan eksekusi
pidana mati tersebut.
Diplomasi berkaitan dengan masalah narkotika
khususnya eksekusi pidana mati mengalami dilema, secara konvensi disepakati
tidak mengatur hukuman mati namun hukuman mati merupakan yuriksi hukum pidana
indonesia.
Hal tersebut yang menjadikan indonesia dituduh
melakukan diplomasi ganda, satu sisi menyetujui konvesi yang tidak mencantumkan
ancaman hukuman mati namun disisi lain melakukan eksekusi terpidana mati bagi
pengedar narkotika warga negara asing.