WahanaNews.co | Cuaca ekstrem dan kekeringan mengguncang Amerika Serikat (AS) Eropa dan China. Kondisi ini menambah masalah bagi pekerja dan bisnis saat pertumbuhan ekonomi mulai melambat.
Melansir CNN Business, Jumat (18/7), seluruh pabrik di Sichuan, China, telah diperintahkan tutup selama enam hari untuk menghemat listrik.
Baca Juga:
Prediksi BMKG: Cuaca Ekstrem Landa Sejumlah Wilayah pada 21-22 Maret 2024
Tak hanya di China, masyarakat yang tinggal di pantai barat AS pun diminta untuk menggunakan lebih sedikit listrik karena suhu yang semakin meningkat.
"Peristiwa ini memiliki kapasitas yang cukup signifikan untuk wilayah tertentu yang terpengaruh," kata Direktur Penelitian Makro Global Oxford Economics Ben May.
Dampak yang disebabkan gelombang panas dan kurangnya hujan berbeda-beda di setiap wilayah. Namun, para ahli memperingatkan dampak terparah bisa terjadi di negara-negara, seperti Jerman, dengan banyak perusahaan tengah bersiap untuk kondisi yang terburuk.
Baca Juga:
Simak, Ini yang Terjadi Jika Petir Menyambar Tubuh
Cuaca ekstrem telah memperlambat ekonomi karena membuat sungai-sungai yang mendukung pertumbuhan global menjadi kering.
Kapal yang membawa batu bara dan bahan kimia di sungai-sungai, seperti Rhein, Yangtze, Danube, dan Colorado menjadi sulit bergerak. Akibatnya, sistem irigasi terganggu, termasuk pembangkit listrik dan pabrik sulit untuk tetap dingin.
Pada saat yang sama, panas terik menghambat jaringan transportasi, membebani pasokan listrik, dan mengganggu produktivitas pekerja.