WahanaNews.co | Aktivis di Myanmar menyatakan bahwa ada 38 orang tewas dalam hari
yang paling berdarah dalam protes di negara itu sejak terjadinya kudeta militer
pada tahun ini.
Diketahui, pada
Minggu (14/3/2021), aparat
keamanan menembakkan senjata kepada para demonstran di Yangon, yang merupakan kota terbesar di negara itu.
Baca Juga:
Bertahan di Rakhine, Etnis Rohingya Seolah Hidup Tanpa Harapan
Dikutip dari BBC, para demonstran juga tampak membawa tongkat pemukul hingga
pisau.
Diketahui bahwa Junta Militer
mengumumkan adanya darurat militer setelah sebuah pusat bisnis China di sana
diserang.
Memang, selama
ini disebutkan bahwa China merupakan salah satu penyokong kuat kekuatan militer
Myanmar hingga menggulingkan demokrasi di negara itu.
Baca Juga:
Aung San Suu Kyi Divonis 6 Tahun Penjara
Negara Myanmar telah mengalami krisis
sejak terjadinya kudeta pada 1 Februari 2021 lalu. Militer menahan pemimpin
Partai Liga Nasional Demokrasi (LND) Aung San Suu Kyi.
Setelah itu, protes
massa terus terjadi. Sebagian anggota Parlemen yang menolaknya pada bulan lalu
kini juga bersembunyi, karena merasa terancam.
Pemimpin perlawanan terhadap militer, Mahn Win Khaing Than, menyatakan bahwa demonstran harus
bertahan selama gelombang protes dan menjaga diri masing-masing dari tekanan
dan serangan militer dalam perjuangan yang disebutnya sebagai revolusi itu.