WahanaNews.co | Saat
ini junta militer Myanmar terus beraliansi untuk mencari dukungan. Sejumlah
pejabat senior militer Myanmar telah melakukan pertemuan dengan dua kelompok
etnis bersenjata, yakni Wa dan Shan, yang dianggap terkuat di Myanmar.
Baca Juga:
Catatan Sejarah Rohingya, Kenapa Dibenci Myanmar?
Seperti dilansir media lokal Myanmar, The Irrawady, Minggu
(11/4/2021) sejumlah anggota Komite Perdamaian Militer pergi ke daerah
Matmanseng dan Wan Hai, di Negara Bagian Shan utara pada 7 dan 8 April lalu.
Kunjungan itu dipimpin oleh Letnan Jenderal Yar Pyae dan Letnan Jenderal Aung
Zaw Aye, komandan Biro Operasi Khusus.
Mereka bertemu para pejabat dari United Wa State Army (UWSA)
dan Shan State Progressive Party (SSPP).
Selain bertujuan untuk mengadakan diskusi perdamaian,
disebutkan kunjungan juga untuk mendorong para pejabat dari kelompok bersenjata
untuk menjaga hubungan dengan militer dan menjelaskan kepada mereka alasan di
balik kudeta 1 Februari tersebut.
Baca Juga:
Seorang WNI Asal Sumatera Berhasil Diselamatkan dari Wilayah Konflik di Myanmar
Dari 18 kelompok etnis bersenjata di Myanmar, UWSA adalah
kelompok yang paling kuat. Mereka menandatangani gencatan senjata dengan
pemerintah Myanmar pada tahun 1989. UWSA menjadi salah satu kelompok etnis
bersenjata yang tidak bereaksi terkait kudeta 1 Februari lalu.
Sebelumnya, 10 dari 18 etnis bersenjata menandatangani
Perjanjian Gencatan Senjata Nasional dengan pemerintah dan telah mengecam
kudeta militer dan pembunuhan pengunjuk rasa sipil.
Kunjungan junta Myanmar dilakukan usai kelompok etnis
bersenjata kuat lainnya seperti Tentara Kemerdekaan Kachin dan Persatuan
Nasional Karen baru-baru ini melancarkan serangan terhadap pasukan militer
untuk menunjukkan penentangan mereka terhadap pembunuhan para pengunjuk rasa.