WahanaNews.co | Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menjelaskan gangguan ginjal akut progresif atipikal pada anak disebabkan adanya pencemaran dari pelarut dalam obat cair sehingga menimbulkan zat kimia berbahaya.
“Jadi memang zat kimia yang berbahaya ini merupakan impurities (pencemaran) dari pelarut pembantunya, pelarut pembantu ini memang sudah lama dipakai, bukan hanya di industri obat,” katanya di Istana Kepresidenan Bogor, seperti dilansir ANTARA.
Baca Juga:
Sejumlah Anggota KPPS Meninggal Dunia, Kemenkes: Sebagian Berusia Lebih dari 55 Tahun
Zat pelarut tersebut, katanya, memang sudah jamak dipakai di berbagai industri. Namun, karena tercemar, zat pelarut itu menghasilkan senyawa kimia yang berbahaya.
“Banyak yang bertanya, kok dulu tidak apa-apa, sekarang jadi seperti ini. Penyebabnya impurities atau pencemaran ini. Saya sudah tanya pada ahlinya, paling besar penyebabnya adalah dari bahan baku,” katanya.
Dia mengaku sudah berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk melihat perubahan dari jenis, tipe, dan asal setiap bahan baku obat cair.
Baca Juga:
Update Kasus Covid-19 Varian JN.1 Per 2 Januari: Ada 149 di Indonesia
“Kita sudah ada datanya, pergeseran dari negara mana, impor mana bahan baku itu terjadi. Saya akan sampaikan pada kesempatan khusus,” ujar dia.
Hingga Senin, Menkes Budi memaparkan sudah ada 245 kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (Acute Kidney Injury/AKI) di 26 provinsi di Indonesia dengan tingkat kematian mencapai 57,6 persen yang terdeteksi pihaknya.
Terdapat delapan provinsi yang akumulasi kasusnya mencapai hingga 80 persen dari total temuan nasional, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Aceh, Jawa Timur, Sumatera Barat, Bali, Banten, dan Sumatera Utara. [JP]