WahanaNews.co | Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tengah mempersiapkan Peraturan Menteri
terkait upaya pemblokiran situs ataupun konten media sosial (medsos).
Direktur
Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, mengatakan, pada
era demokrasi seperti saat ini, pemerintah tidak mungkin menerapkan pendekatan
tangan besi. Tidak lagi ada penutupan situs atau pemblokiran konten tanpa ada
alasan yang jelas.
Baca Juga:
Kominfo Godok Aturan Publisher Game Wajib Berbadan Hukum hingga 2024
"Ada
tahapan-tahapan yang memang melanggar, apalagi kita akan mempunyai Permen baru
di mana itu ada tahapannya lebih jelas, dan
sebelum melakukan pemblokiran itu ada tahapan pelaku dikenakan sanksi
administratif untuk memunculkan
efek jera," jelasnya, dalam
siaran pers yang dikutip pada Selasa
(20/10/2020).
Dia
menuturkan, pemerintah juga melibatkan masyarakat dalam
menghadapi hoaks. Masyarakat pun
diharapkan perlu mencari tahu, karena di era digital saat ini siapa saja bisa
mengakses informasi dari mana-mana,
sehingga perlu melakukan klarifikasi, memeriksa fakta dan melihat siapa yang
menyebarkan informasi atau pemberitaan tersebut.
Menurutnya,
peran masyarakat itu sangat penting. Terlebih saat ini banyak judul yang dibuat
provokatif, sehingga perlu dipahami oleh masyarakat.
Baca Juga:
PT DKI Jakarta Tolak Banding Eks Dirut BAKTI Kominfo, etap Divonis 18 Tahun Penjara
"Jadi, kalau memang orangnya belum pernah punya kredensial,
websitenya baru kemarin dibuat, itu
perlu dicurigai. Dilihat juga cek fotonya, kadang-kadang fotonya benar tapi captionnya
itu juga yang menyesatkan. Jadi perlu masyarakat juga paham tentang hal-hal
ini," tuturnya.
Semuel
menambahkan, ketika menemukan jenis-jenis infodemi di platform
digital, masyarakat dapat melakukan aduan kepada Kementerian Kominfo dengan
mengirimkan email ke [email protected].
Selain
melaporkan melalui Kementerian Kominfo, masyarakat juga dapat melaporkan hoaks
melalui berbagai kanal informasi yang tersedia, seperti media
sosial Facebook, Twitter, Instagram hingga Google, yang menyediakan fitur report atau feedback
untuk melaporkan berita yang mengandung informasi negatif. [dhn]