WahanaNews.co | Kebijakan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir terkait larangan ekspor Energi Baru Terbarukan (EBT) mendapatkan dukungan Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan.
Dia menyebut pelarangan tersebut sama seperti kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) batu bara dan minyak goreng yang mengharuskan badan usaha memenuhi kebutuhan masyarakat terlebih dahulu.
Baca Juga:
Ratusan Ribu Masyarakat Menjadi Pelanggan PLN UP3 Cengkareng Per Februari 2024
Menurut Mamit, pelarangan ekspor EBT tersebut dilakukan demi memenuhi kebutuhan dalam negeri, mengingat bauran listrik dari energi bersih secara nasional masih berada pada angka 11,7 persen.
“Jumlah EBT kita masih sedikit. Jadi, seharusnya memang tidak untuk diekspor. Penuhi dulu kebutuhan dalam negeri secara optimal,” ujar Mamit, Minggu (5/6/2022).
Lebih lanjut, Mamit mengatakan pemerintah harus mengejar target bauran listrik bersih mencapai 23 persen pada tahun 2025.
Baca Juga:
PLN Siagakan 81 Ribu Petugas Jaga Kelistrikan Andal Selama Ramadan dan Cuaca Ekstrem
Menurut Mamit, meski terasa cukup berat untuk mencapai target tersebut, pemerintah telah menggalakkan beberapa program.
Salah satuya dengan penggunaan PLTS Atap untuk mempercepat transisi energi dan meningkatkan pemanfaatan potensi energi baru dan terbarukan (EBT).
“Namun, paling tidak kan saat ini pemerintah sedang menggalakkan dengan program terutama untuk PLTS atap supaya terus berkembang. Nah, ini menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan EBT di 23 persen untuk 2025,” ucap Mamit.