WahanaNews.co | Nasir
Abas menyebutkan orang-orang yang sudah mempunya rasa benci terhadap pemerintah
cenderung mudah direkrut jadi teroris ketimbang mereka yang masih nol.
Sebab sikap dan ideologi jaringan teroris selama ini
biasanya memang memusuhi pemerintah atau siapapun yang berkuasa.
Baca Juga:
Intel Rusia Tuding 3 Negara di Balik Aksi Teror Moskow
"Kalau saya akan merekrut orang untuk jadi teroris,
saya akan memilih mereka yang sudah punya rasa kebencian kepada pemerintah
ketimbang yang masih nol. Ibaratnya tinggal menambah pupuk sedikit
jadilah," kata mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiah untuk wilayah
Filipina, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan itu beberapa waktu lalu.
Ia mengutarakan hal itu terkait temuan sejumlah atribut
Front Pembela Islam (FPI) di kediaman sejumlah tersangka anggota JAD (Jamaah
Ansharut Daulah) di Condet dan Bekasi oleh Densus 88. Perekrutan seseorang
menjadi anggota jaringan teroris, Nasir Abas menegaskan, tidak terkait
kelompok, profesi, atau status sosial.
Karena itu penemuan simbol dan atribut FPI tidak otomatis
organisasinya secara formal terlibat. Apalagi FPI sudah sejak beberapa bulan
lalu eksistensinya dilarang pemerintah.
Baca Juga:
Diwarnai Aksi Potong Kuping, 3 Tersangka Teor di Moskow Mengaku Bersalah
"Ïtu mungkin simpatisan saja yang sengaja menyimpan
atribut sebagai kenangan karena FPI kan sudah dibubarkan," kata Nasir
Abas.
Pada bagian lain, penulis buku "Memberantas Terorisme,
Memburu Noordin M Top" dan "Membongkar Jamaah Islamiyah: Pengalaman
Mantan Anggota JI" itu menyebut dua surat dalam al-Quran serta hadis yang
kerap disalahtafsirkan para pelaku aksi terorisme. Kedua surat dimaksud adalah
Al-Baqarah ayat 191 dan Al-Maidah ayat 44.
Ayat 191 secara garis besar mengajarkan kepada kaum muslim
untuk memerangi, mengusir, bahkan bila perlu membunuh kaum kafir dimana saja
yang bisa dijumpai. Tapi konteks ayat tersebut adalah ketika dalam kondisi
peperangan yang prinspinya, "Membunuh atau dibunuh".