WahanaNws.co | Peneliti Klimatologi pada Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PRIMA), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erna Yulihastin menyebutkan, ada potensi cuaca ekstrem seperti hujan deras dan peningkatan angin kencang di wilayah barat Indonesia (Jawa, Sumatra, Kalimantan), termasuk juga di wilayah Laut Jawa dan Selat Sunda.
Erna menilai, kondisi itu dikarenakan pembentukan sepasang sistem depresi tropis di selatan dan utara Indonesia.
Baca Juga:
Simak, Ini yang Terjadi Jika Petir Menyambar Tubuh
"Di bagian selatan, bibit siklon tropis 98 S di Samudra Hindia, selatan Jawa masih eksis, sementara di bagian utara terdapat prakondisi pembentukan bibit siklon tropis 98W di utara Kalimantan," kata Erma dalam keterangan tertulis diterima rri.co.id, Kamis (28/4/2022).
Kedua sistem depresi tropis ini, lanjut Erma, telah berdampak pada penguatan angin timuran dan selatanan. Penguatan angin berasal dari selatan Jawa melewati Selat Sunda dan Laut Jawa, sehingga membangkitkan badai-badai dahsyat di lautan karena disertai dengan pembentukan wilayah-wilayah konvergensi yang menyebar secara acak di berbagai lokasi, baik di lautan maupun pesisir.
Diuraikanya, dari sisi kekuatan, bibit siklon yang terbentuk di utara (98W) dapat tumbuh dan berkembang lebih cepat karena dukungan daerah konvergensi antar-tropis atau ITCZ yang saat ini berada di Lintang Utara (2-5 LU).
Baca Juga:
PLN Siagakan 81 Ribu Petugas Jaga Kelistrikan Andal Selama Ramadan dan Cuaca Ekstrem
Sementara itu, 98S yang berlokasi di Samudra Hindia selatan ekuator (15 LS-105 BT) cenderung tetap atau stasioner (konstan terhadap waktu) karena lokasi tersebut merupakan pertemuan antara dua gelombang atmosfer tropis ekuator yaitu Kelvin dan Rossby.
"Pertemuan dua gelombang tersebut dapat diamati dari data penjalaran uap dari dari barat (Kelvin) dan dari timur (Rossby) melalui data monitoring satelit dari GATOTKACA-BRIN," ungkapnya.
Selain itu, tambahnya, aktivitas gelombang Kelvin dan Rossby di wilayah tersebut juga ditunjukkan oleh prediksi gelombang atmosfer kuantitatif oleh pusat studi iklim Universitas California Utara (NCICS).