WahanaNews.co | Perdebatan
tentang tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menyebabkan 75 pegawai KPK tak lolos
alih status aparatur sipil negara (ASN) kian panas. Baru-baru ini, Tenaga Ahli
Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin adu keyakinan dengan
salah satu organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, Muhammadiyah.
Baca Juga:
BAP Saksi Puji Hartanto, Ungkap Firli Pernah Minta Rp50 Miliar ke SYL
Mulanya, Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro
Muqoddas mengkritik masalah tersebut dan langsung menyoroti komitmen Presiden
Joko Widodo dalam memberantas korupsi. Busyro menyatakan bahwa, di era Jokowi
ini ada upaya sistematis yang ingin menghancurkan KPK.
Busyro yang pernah menjabat sebagai pimpinan KPK mengatakan
bahwa upaya itu terlihat sejak Jokowi dan DPR merevisi Undang-undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang KPK.
"Sejak UU KPK direvisi, dengan UU 19/2019, di tangan
Presiden Jokowi-lah KPK itu tamat riwayatnya. Jadi bukan dilemahkan, sudah
tamat riwayatnya," kata Busyro beberapa waktu lalu.
Baca Juga:
Dipersidangan Saksi Ajudan SYL Ungkap Perintah Antar Uang ke Firli Bahuri di GOR
Busyro menilai, setelah revisi UU KPK, sejumlah peristiwa
untuk melemahkan KPK terpampang nyata di muka publik. Posisi KPK semakin
melemah ketika Firli Bahuri terpilih sebagai ketua dan dengan munculnya polemik
TWK.
Menurut Busyro, TWK tidak sesuai amanat konstitusi dan
Pancasila. Tes itu, kata dia, tidak relevan sebagai alih status pegawai.
"LBH Muhammadiyah dari PP Muhammadiyah sampai
wilayah-wilayah sudah resmi akan menjadi kuasa hukum bersama yang lain untuk
kuasa hukum 75 orang itu," jelas Busyro.