WahanaNews.co | Bersama Pemprov Kalimantan Timur, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar rapat koordinasi pemberantasan korupsi terintegrasi di Samarinda hari ini.
Lembaga antirasuah itu menyatakan, operasi tangkap tangan (OTT) KPK tidak membuat kepala daerah jera.
Baca Juga:
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Ungkap Peran Suami Sandra Dewi
Rakor juga digelar bersama Kemendagri, bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalimantan Timur, bertempat di kantor Gubernur Kaltim di Samarinda.
Dalam sambutan pembukaan Rakor itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memaparkan, terkait korupsi yang menjerat banyak kepala daerah.
"Sejak Indonesia merdeka, korupsi sepertinya sudah dirasakan oleh Bung Hatta. Makanya beliau bilang jangan sampai korupsi menjadi budaya. Selama belasan tahun KPK hadir, sudah berapa kepala daerah yang mengalami OTT. Itu saja tidak membuat yang lain kapok. Ini menjadi keprihatinan kami. Kenapa terus berulang?” kata Alexander, Rabu (9/3).
Baca Juga:
Kasus Korupsi PT Timah Kejagung Tetapkan Suami Sandra Dewi Tersangka
Dia menerangkan, mengacu data Global Corruption Barometer (GCB) tahun 2020, survei kebiasaan masyarakat memberikan imbalan atas pelayanan publik yang diterima, ada beberapa alasan memberikan uang atau imbalan.
“Paling banyak karena tidak diminta atau sebagai ucapan terima kasih yaitu 33 persen. 25 Persen karena sengaja diminta memberikan. 21 Persen sebagai imbalan layanan yang lebih cepat. Dan sisanya 17 persen tidak diminta, tapi biasanya diharapkan memberi,” ujar Alexander.
Menurut Alex, hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat semakin permisif terhadap korupsi atau serba membolehkan. Dalam statistik penanganan tipikor yang KPK kelola dari tahun 2004 hingga 2021, menunjukkan dua modus korupsi terbanyak yaitu terkait penyuapan serta pengadaan barang jasa (PBJ).