Wasisto menilai kondisi demikian menjadi tantangan sendiri
bagi PDIP dalam menyodorkan kandidat. Sebab, partai-partai lain pasti memilih
pasangan capres-cawapres yang memiliki elektabilitas tinggi.
Sejumlah survei capres belakangan ini menempatkan Puan masih
memiliki elektabilitas yang rendah dan stagnan. Survei Y-Publica misalnya menunjukkan
Puan ada di posisi ke-12 dengan 0,7 persen. Pada survei capres perempuan versi
Akar Rumput Strategic Consulting (ASRC), Puan hanya meraih posisi kelima dengan
4,01 persen.
Baca Juga:
Pemilu Legislatif 2024: PDI-P Raih Suara Terbanyak, Diikuti Golkar dan Gerindra
Baru-baru ini, survei terbaru Parameter Politik Indonesia,
menempatkan Puan di posisi ke-12 dengan elektabilitas 1,7 persen.
"Saya pikir PDIP juga menyadari bahwa elektabilitas
Puan yang masih rendah hingga saat ini jadi alasan untuk diplot sebagai
cawapres. Selain itu bisa jadi itu bagian dari upaya imitasi politik Puan untuk
meniru ibunya, Megawati [Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri], yang dulu
sebelum jadi presiden itu menjadi wapres dulu," kata Wasisto.
Sebagai informasi, Megawati yang semula wakil presiden naik
jabatan menjadi Presiden kelima RI pada 2001 silam setelah Abdurrahman Wahid
(Gus Dur) dimakzulkan MPR RI.
Baca Juga:
Golkar Berjaya di Sumut, Kalahkan PDIP
Meski demikian, Wasisto menilai Puan masih memiliki
kesempatan besar untuk menaikkan elektabilitas personal sebelum 'gong' Pilpres
2024 ditabuh. Terlebih, kini Puan masih memiliki jabatan sebagai Ketua DPR RI.
Lewat jabatan tersebut, kata dia, Puan bisa memanfaatkan
sering tampil di media massa atau turun ke bawah ketika kunjungan kerja di masa
reses.
"Salah satu kendala lain mungkin adalah masih kentalnya
kultur patriarki dalam politik Indonesia sehingga hanya sebagian kecil politisi
perempuan yang bisa menduduki posisi puncak," kata Wasisto.