WahanaNews.co | Peneliti Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) Universitas
Surabaya, Dian Noeswantari, menilai, video
viral yang menampilkan sejumlah pendukung salah satu peserta pilkada dengan
menjelekkan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, masuk ujaran kebencian.
Dian Noeswantari di Surabaya, Jumat (27/11/2020), mengatakan bahwa ihwal ujaran kebencian ini telah dimuat dalam
Pasal 19 Konvensi Hak-hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi menjadi
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2015.
Baca Juga:
KPU: Pendaftaran Pilkada Jalur Perseorangan Mulai 5 Mei 2024
"Ujaran kebencian atau hatred ini jika dibiarkan terjadi
terus-menerus, akan bertumbuh menjadi hate
crime atau kejahatan yang tergolong dalam tindak pidana kebencian, yang
masih belum ada kodifikasinya dalam sistem hukum di Indonesia," katanya, menjelaskan.
Diketahui, video
berdurasi 19 detik yang menampilkan sejumlah pendukung Calon Wali Kota dan
Wakil Wali Kota Surabaya Machfud Arifin dan Mujiaman menyanyikan yel-yel
"Hancurkan Risma" itu viral di media sosial.
Risma yang dimaksud adalah Wali Kota
Surabaya, Tri Rismaharini.
Baca Juga:
PDIP Pastikan Siap Kolaborasi dengan Gerindra di Pilkada
Menurut Dian, video itu menunjukkan
telah terjadi ujaran kebencian yang dilakukan pendukung Machfud Arifin terhadap
Risma.
Dalam Pasal 19 Konvensi Hak-hak Sipil
dan Politik, kata dia, diatur sejumlah hal, yakni: pertama, setiap orang berhak
untuk berpendapat tanpa campur tangan.
Kedua, setiap orang berhak atas
kebebasan berekspresi dan hak ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima,
dan menyebarkan informasi dan gagasan dalam bentuk apapun, tanpa memandang
batas negara, baik secara lisan, tertulis atau cetak, dalam bentuk seni, maupun
melalui media lain yang dipilihnya.