Oleh MUHAMMAD SUBARKAH
Baca Juga:
Berbagi Saat Ramadan, Mendag: Puasa Melatih Empati dan Kesalehan Sosial
SETIAP memasuki bulan Ramadhan, ingatan saya terbang ke kampung halaman.
Dan, ini terasa semakin mengiris kala memasuki waktu Ashar.
Apa pasal? Ya, kala itu biasanya usai
sholat Ashar, saya langsung lari ke beranda masjid untuk memukul beduk sekeras
mungkin sebagai pertanda datangnya Ramadhan.
Baca Juga:
PLN UP3 Cengkareng Jamin Pasokan Listrik Aman Saat Ramadhan
Memang, saya ingat jelas nasihat dari
guru ngaji saya bahwa hari baru yang berdasarkan hitungan putaran bulan dimulai
pada waktu Ashar.
Karenanya, sembari harap-harap cemas
menunggu siaran sidang itsbat, saya tetap lancang memukul beduk sekeras mungkin.
Saya paham kalaupun waktu puasanya
mundur, setidaknya saya tak dimarahi dan bisa berkelit bahwa penyebab mundurnya
puasa memang bukan karena pukul beduk, melainkan dari pernyataan orang yang
bersumpah melihat bulan baru Ramadhan terbit di atas ufuk.