WahanaNews.co | Kementerian Perindustrian menyebut, penggunaan kendaraan elektrifikasi di Indonesia saat ini masih terlalu sedikit.
Berdasarkan data yang dipaparkan saat diskusi Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2022, jumlah kepemilikian kendaraan listrik di Indonesia masih sangat rendah, yaitu 99 mobil dalam jumlah 1000 penduduk.
Baca Juga:
Penjualan Honda di GIIAS 2022 Melonjak 30 Persen, Brio Jadi yang Terlaris
Lebih spesifik lagi, pengguna kendaraan listrik berbasis baterai (KLBB) saat ini jumlahnya belum mencapai 0,1 persen di Indonesia.
Taufiek Bawazier, Dirjen Industri Logam, Metal, Alat Transportasi dan Elektronik (ILMATE) Kemenperin, mengatakan, kondisi ini menjadi tantangan besar untuk elektrifikasi otomotif Indonesia.
Tapi, di lain sisi, hal ini menjadi peluang besar bagi produsen komponen otomotif nasional.
Baca Juga:
Jadi Motor Listrik Termahal di GIIAS 2022, Ini Spesifikasi Segway E200P
"Perlu kita lihat ke pasar global, selain menghadapi tantangan besar soal bagaimana industri otomotif nasional berganti ke elektrifikasi otomotif, juga menjadi kesempatan buat produsen komponen otomotif nasional untuk mulai berganti ke untuk mencari komponen yang bisa mereka produksi untuk kendaraan listrik," ucap Taufiek, Senin (15/8/2022).
Ia berpendapat, jika produsen masih terlalu asik dengan produksi komponen kendaraan konvensional, maka hal tersebut dapat menyulitkan mereka dalam beberapa tahun ke depan.
"Negara-negara lain yang punya komitmen besar dalam hal elektrifikasi otomotif sudah mencanangkan bahwa 2035 adalah batas dari kendaraan ICE beredar di negara mereka," kata Taufiek.
"Kalau kita tidak pandai melihat potensi ini, maka kita akan tertinggal dalam industri otomotif terkhusus untuk isu elektrifikasi. Namun ini juga sekaligus menjadi potensi besar bagi produsen komponen, agar mulai fokus menjari apa yang mereka bisa produksi untuk kendaraan listrik," lanjutnya.
Sementara, perwakilan dari institusi dan pendidikan, Dr Ir Agus Purwadi, mengatakan bahwa elektrifikasi otomotif ini akan sangat terpengaruh dari kebijakan pemerintah.
Bukan hanya untuk penggunaan di kota-kota besar, namun juga untuk penggunaan di seluruh Indonesia.
Hal ini dinilai sangat penting lantaran akan menentukan bagaimana masyarakat bisa menerima kendaraan tipe baterai ini dengan cepat atau tidak.
“Saya melihat bahwa industri yang paling cepat menangkap dan beradaptasi dengan perubahan adalah industri otomotif. Kalau bisa dibilang, industrinya punya inisiatif tersendiri agar adaptasi ke kendaraan yang lebih ramah lingkungan itu lebih cepat," kata Agus.
"Memang kendaraan tidak ada yang benar-benar terbebas dari emisi gas buang, tapi dari sisi presentase yang ada, kita bisa bilang energi yang digunakan adalah energi terbarukan. Tinggal bagaimana pemerintah memberikan regulasi yang tepat dan menguntungkan bukan hanya dari sisi industri, namun juga lebih jauh ke masyarakat,” lanjutnya. [gun]