WahanaNews.co, Jakarta - Pada awal pemerintahan Presiden ke-2 Soeharto, infrastruktur jaringan telekomunikasi Indonesia mengalami keadaan yang sangat buruk.
Kekurangan jaringan telepon yang efisien antar daerah menciptakan situasi yang memisahkan Indonesia dari komunikasi internasional.
Baca Juga:
Kabel Indosat dan Telkom Diputus Pemerintah Kota Depok
Menghadapi masalah ini, Soeharto merasa perlu untuk serius memperbaiki jaringan komunikasi tersebut.
Permasalahan ini kemudian menarik perhatian Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi, Soehardjono. Dia menyarankan agar Soeharto mempertimbangkan penggunaan satelit komunikasi.
Namun, karena keterbatasan sumber daya, pemerintah memutuskan untuk bekerja sama dengan investor untuk mengatasi tantangan ini.
Baca Juga:
Indosat dan Mastercard Umumkan Kerja Sama untuk Tingkatkan Inklusi Keuangan Indonesia
"Kebetulan, International Telephone & Telegraph Corporation (ITT) [perusahaan telekomunikasi Amerika Serikat] juga sedang melirik Indonesia sebagai pasar bagi pengembangan usahanya," tutur J.B Sumarlin dalam J.B Sumarlin: Cabe Rawit yang Lahir di Sawah (2012).
Akibat sama-sama butuh, kedua belah pihak akhirnya mencapai kata mufakat. Pada 20 November 1967, lahirlah perusahaan telekomunikasi di Indonesia bernama PT Indonesia Satellite (Indosat). Indosat lantas menjadi perusahaan terawal yang berdiri di Indonesia sejak pemberlakuan UU Penanaman Modal 1967.
Kehadiran Indosat membantu tugas Perumtel (cikal bakal Telkom) di sektor komunikasi. Indosat mengurusi jaringan luar negeri, sedangkan Perumtel fokus di dalam negeri.
Cita-cita Soeharto agar negaranya terhubung dengan satelit terwujud pada 1969. Sejak saat itu, Indosat menjadi service provider tunggal bagi Perumtel dalam penyediaan jasa sambungan telepon internasional.
"Dengan demikian, sejak 1969 lalu lintas telekomunikasi Indonesia makin terbuka dengan negara luar. Penyampaian informasi semakin lancar baik secara audio maupun visual," tulis penulis buku Sejarah Telepon Umum (2019).
Pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia memantik kebangkitan Indosat. Meningkatnya frekuensi komunikasi internasional membawa berkah bagi Indosat. Perusahaan ini untung besar. Bahkan, bisa membalikkan seluruh modal investasi yang ditanam di Indonesia.
Namun, Indosat saat itu masih perusahaan asing. Pemerintah hanya kecipratan sedikit uang. Alhasil, muncul wacana nasionalisasi pada 1980.
Namun, wacana ini ditolak Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara, J.B Sumarlin. Sumarlin malah ingin Indosat dibeli sahamnya oleh pemerintah sesuai mekanisme bursa dan harga pasar.
"Presiden Soeharto setuju usulan Sumarlin dan menunjuknya menjadi Ketua Tim Akuisisi Indosat. Proses akuisisi berlangsung alot," tutur Sumarlin.
Hingga akhirnya AS sepakat melepas Indosat seharga US$ 43,6 Juta. Dari sini, secara resmi, Indosat milik pemerintah Indonesia. Pengambialihan Indosat tidak salah langkah. Sebab, setelahnya Indonesia makin tertimpa durian runtuh.
Indosat makin berjaya dan mengalahkan Telkom. Bahkan pada 1994, melansir CNBC Indonesia, perusahaan ini menjadi BUMN pertama yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan New York Stock Exchange.
Sayangnya, kejayaan Indosat menghilang ketika memasuki abad ke-21, dan ini disebabkan oleh kebijakan privatisasi BUMN yang diterapkan oleh Presiden Megawati.
Privatisasi ini melibatkan pelepasan saham Indosat kepada pihak lain dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan atau memberikan manfaat yang lebih besar bagi negara.
Indosat menjadi salah satu target privatisasi, dan dana yang dihasilkan dari penjualan sahamnya diharapkan dapat mengatasi defisit anggaran negara.
Riwayat prestasi positif Indosat membuatnya menarik bagi perusahaan asing. Akhirnya, salah satu BUMN dari Singapura, yaitu Temasek, berhasil memenangkan mayoritas saham Indosat. Sejak saat itu, bendera merah putih di puncak Indosat resmi diturunkan.
Kepemilikan Indosat kemudian beralih ke tangan emir Qatar melalui perusahaan telekomunikasi Qtel, yang sekarang dikenal sebagai Ooredoo.
Saat ini, Ooredoo memegang mayoritas saham Indosat, berbagi kepemilikan dengan Hutchison. Struktur pemegang saham Indosat mencakup Ooredoo Asia Pte Ltd dengan porsi 43,81%, PPA Investasi Efek (AFS) sebesar 9,63%, PT Tiga Telekomunikasi Indonesia SA1 sebesar 10,77%, dan Hutchison Asia Telecommunications Ltd sebesar 21,65%.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]