WAHANANEWS.CO, Jakarta - Suhu panas yang semakin meningkat di seluruh Eropa telah mengakibatkan kematian puluhan ribu orang dalam beberapa tahun terakhir.
Penelitian menunjukkan bahwa kelompok yang paling menderita akibat panas ekstrem adalah mereka yang hidup dalam kemiskinan.
Baca Juga:
Peringatan Dini Kekeringan Meteorologis: Wilayah RI Terdampak hingga Agustus 2024
Studi yang dilakukan oleh sejumlah peneliti tentang dampak panas ekstrem di 17 distrik di Madrid, Spanyol, mengungkapkan bahwa "faktor kunci dalam kerentanan terhadap panas adalah tingkat pendapatan," seperti dilaporkan oleh The Guardian pada Rabu (28/8/2024).
Para peneliti menemukan bahwa individu dengan pendapatan rendah sering menghadapi kesulitan dalam mengakses perumahan yang layak, banyak di antaranya tinggal di tempat yang padat, memiliki ventilasi buruk, dan tidak cukup melindungi dari suhu panas.
Selain itu, akses terbatas ke layanan kesehatan membuat mereka lebih rentan terhadap kondisi yang diperburuk oleh panas ekstrem. Banyak pula yang bekerja di sektor seperti pertanian dan konstruksi, yang sering terpapar suhu tinggi.
Baca Juga:
Suhu Membara di Medan, BBMKG Prediksi Gelombang Panas Terus Berlanjut
Ketika pendingin udara tersedia, orang-orang dengan pendapatan rendah sering kali tidak mampu menggunakannya.
Organisasi nirlaba Save the Children melaporkan bahwa satu dari tiga anak di Spanyol tidak dapat menjaga kesejukan di rumah mereka, yang berdampak 'sangat merugikan' pada kesehatan mental dan fisik lebih dari 2 juta anak.
Yamina Saheb, penulis utama laporan IPCC tentang mitigasi perubahan iklim, menyatakan bahwa cuaca panas yang dipicu oleh polusi karbon menyebabkan hampir 50.000 kematian di Eropa tahun lalu.
"Kita perlu membunyikan alarm dan memastikan ini adalah terakhir kalinya orang-orang meninggal akibat panas di Eropa," tegas Saheb.
Gelombang panas di Eropa semakin sering, intens, dan lama, dengan tahun 2023 menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat. Para ilmuwan memperkirakan 2024 akan segera menggantikannya.
Saheb menegaskan, "Pemanasan global membunuh banyak orang," dan menekankan perlunya pengakuan akses ke pendinginan sebagai hak untuk mengatasi ketimpangan yang diakibatkan oleh statusnya sebagai barang konsumen.
Sementara itu, Alby Duarte Rocha dari Universitas Teknik Berlin mengungkapkan bahwa pendapatan rendah sering kali membuat orang tidak memiliki banyak suara mengenai lingkungan tempat tinggal mereka, sehingga mereka cenderung tinggal di area dengan lebih sedikit pohon dan ruang hijau.
Rocha menyebutkan fenomena 'gentrifikasi hijau', di mana area dengan vegetasi lebih diminati, mendorong penduduk berpendapatan rendah keluar dari area kota yang lebih sejuk.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]