WahanaNews.co | Para veteran keamanan dan intelijen nasional Amerika Serikat (AS) mengungkapkan kekhawatirannya atas strategi Presiden Joe Biden dalam berurusan dengan Rusia.
Mereka mengatakan kebocoran reguler ke publik mengenai invasi yang diprediksi ke Ukraina dapat merusak kredibilitas Washington dalam jangka panjang. Terutama jika ternyata prediksi itu sepenuhnya salah.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
“Saya prihatin dengan kredibilitas jangka panjang intelijen kita dengan semua deklasifikasi terpilih ini,” ungkap seorang mantan perwira CIA kepada Politico dalam laporan yang diterbitkan pada Selasa (8/2/2022).
Para pejabat intelijen itu semakin khawatir dengan apa yang disebut Politico sebagai “keterbukaan yang tidak biasa” tentang intelijen di Rusia.
Sumber mantan pejabat CIA mengatakan kepada Politico bahwa keterbukaan seperti itu, dikombinasikan dengan kebocoran ke media, dapat "merusak" kepercayaan publik dan sekutu AS.
Baca Juga:
3 Negara Ini Melarang Warganya Tersenyum kepada Orang Lain, Kok Bisa?
Salah satu kebocoran terbaru dari "orang dalam" datang dalam laporan Newsweek pekan ini, yang mengklaim Rusia telah merencanakan operasi "bendera palsu" untuk membuatnya tampak seolah-olah ada plot Kremlin untuk "melakukan serangan terhadap Ukraina yang berbahasa Rusia."
“Tujuan dari dugaan operasi itu adalah untuk mendiskreditkan dan mengalihkan perhatian Washington," papar laporan itu.
Moskow telah berulang kali membantah niat untuk menyerang Ukraina. Rusia menyebut media dan politisi Barat sengaja menghembuskan tuduhan itu.
“Benar atau tidak, semakin banyak informasi seperti ini yang dilontarkan ke publik, semakin besar kemungkinan operator asing dapat melacak sumber dan metode yang digunakan untuk mendapatkannya,” ujar seorang mantan anggota Dewan Keamanan Nasional kepada Politico.
"Berapa kali mereka perlu memperingatkan bahwa sesuatu mungkin sudah dekat?" papar mantan pejabat keamanan nasional.
Strategi pemerintahan Biden telah mengumpulkan beberapa dukungan, dengan seorang pejabat intelijen senior saat ini berpendapat “analisis biaya-manfaat” sejauh ini telah menguntungkan Amerika Serikat.
Sejarawan intelijen Universitas Harvard Calder Walton menyimpulkan strategi pembuangan informasi pemerintahan Biden sebagai "berisiko tinggi" jika membandingkannya dengan mendiang Presiden AS Ronald Reagan dan pemerintahannya yang bersikeras pesawat penumpang Korean Air Lines telah ditembak jatuh dengan sengaja oleh Uni Soviet pada 1983. Belakangan diketahui hal itu tidak disengaja.
“Hasilnya adalah pemerintahan Reagan melemahkan kritiknya terhadap pemerintah Soviet dengan melebih-lebihkan kasusnya,” ujar Walton.
Pejabat lainnya menunjuk penarikan kacau pasukan AS dari Afghanistan sebagai mungkin memotivasi pemerintah sekarang untuk lebih keras dalam pendekatan mereka.
“Mereka tahu bahwa mereka harus dilihat sebagai sekutu yang dapat diandalkan,” ungkap seorang mantan pejabat intelijen.
Sementara itu, seorang ajudan senior Kongres Partai Demokrat yang tidak disebutkan namanya menggemakan sentimen tersebut dan mengatakan "pengalaman penarikan" saat Taliban dengan cepat mendapatkan kembali kendali dan beberapa anggota layanan AS meninggal, mungkin membuat pemerintah "lebih rentan terhadap saran hawkish (tindakan keras) yang buruk." [qnt]