WahanaNews.co | Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur, KH Marzuki Mustamar, mengatakan, kepolisian maupun kejaksaan tidak boleh pandang bulu dalam menegakkan hukum.
Siapa pun dia, menurutnya, bila sudah ada bukti melakukan pelanggaran, maka penindakan harus dilakukan.
Baca Juga:
Bayu Atmaja, S.H., M.H. Aprisiasi Majelis Hakim PN Sei Rampah Memvonis Terdakwa 10 Tahun Penjara Pelaku Pencabulan
Hal itu disampaikan Kiai Marzuki saat ditanya soal proses hukum yang dilakukan Kepolisian Daerah Jawa Timur terhadap MSA, anak dari seorang kiai di Jombang, dalam kasus sangkaan pencabulan.
MSA sudah ditetapkan tersangka dan kini berstatus buron.
Dia gagal ditangkap pada Minggu (3/7/2022) lalu.
Baca Juga:
Tersangka Guru SD Cabul di Jaksel Jadi Buronan Polisi
"Kalau menurut saya, upayakan sebisa-bisanya hukum berlaku kepada siapa pun, tidak pandang bulu. Mau apa golongannya, apa status sosialnya, mau kaya mau miskin, mau pejabat mau rakyat, mau tokoh mau enggak tokoh," kata Kiai Marzuki, usai mengikuti acara puncak Hari Bhayangkara ke-76 di Markas Polda Jatim di Surabaya, Selasa (5/7/2022).
Kiai Marzuki menjelaskan, justru dengan penegakan hukum yang tanpa pandang bulu itulah kepolisian, kejaksaan dan pengadilan akan tambah dipercaya oleh masyarakat.
Bila masih membeda-bedakan, tentu kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum akan luntur.
Akibatnya, masyarakat bisa main hakim sendiri.
Kiai Marzuki tidak peduli dengan latar belakang siapa pun jika sudah melakukan pelanggaran.
Bila sudah jelas menabrak aturan, menurutnya, harus dimintai pertanggungjawaban secara hukum.
"Kami enggak tahu, mau pondok pesantren, mau Gang Dolly, mau apa, pokoknya melanggar dan pelanggarannya jelas, tindak saja sudah," ucapnya.
Diberitakan, MSA dilaporkan ke Polres Jombang atas dugaan pencabulan pada Oktober 2019 silam.
Pelapor adalah perempuan asal Jawa Tengah.
MSA kemudian ditetapkan tersangka pada Desember 2019.
Namun, kasus yang menarik perhatian publik itu tak kunjung selesai.
Polda Jatim akhirnya mengambil alih kasus itu, dan MSA ditetapkan sebagai tersangka pada 2020 lalu.
Tak terima, MSA mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Surabaya atas penetapan tersangkanya, namun ditolak hakim.
Kasus terus bergulir dan penyidik menyerahkan berkas tahap pertama ke Kejaksaan Tinggi Jatim dan dinyatakan lengkap atau P21.
Pada Januari 2022 lalu, MSA dipanggil oleh Polda Jatim untuk menjalani proses penyerahan tahap kedua dari penyidik Polda Jatim ke Kejati Jatim.
Namun, dia mangkir.
Polda Jatim pun akhirnya memasukkan dirinya ke dalam daftar pencarian orang (DPO) atau buronan.
Pada Minggu (3/7/2022) lalu, tim dari Polda Jatim dan Polres Jombang berupaya menangkap MSA di Kecamatan Ploso.
Namun, MSA berhasil kabur.
Hanya dua orang yang bersamanya berhasil diamankan.
Malamnya, polisi bernegosiasi dengan seorang kiai yang merupakan ayah MSA, namun tersangka juga gagal dijemput paksa. [gun]