WahanaNews.co, Jakarta - Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara mengungkapkan penyebab kematian K (11), yang dikenal sebagai Awan, berdasarkan hasil autopsi.
Awan merupakan korban kekerasan oleh ayah kandungnya, U (44), di wilayah Muara Baru, Penjaringan, pada Rabu (13/12/2023) lalu.
Baca Juga:
Arief Wismansyah Ikuti Penjaringan Bakal Calon Gubernur Banten di PKB 2024
Kombes Polisi Gidion Arif Setyawan, Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara, menyampaikan kepada media di Jakarta Utara pada hari Jumat bahwa Awan mengalami patah tulang tengkorak karena tekanan dari benda tumpul di dahi sebelah kiri.
Dampaknya, terjadi pendarahan dan kerusakan pada jaringan otak.
"Hasil autopsi K, kelahiran 2012, penyebab kematian adalah kekerasan tumpul pada dahi kiri yang mematahkan tulang tengkorak dan kerusakan jaringan otak serta sejumlah luka di tumbuh korban," kata Gidion.
Baca Juga:
Dalami Kasus Keluarga Bunuh Diri di Penjaringan, Polisi: Tali Jadi Petunjuk
Gidion melanjutkan bahwa tim autopsi di Rumah Sakit Polri Kramat Jati menemukan adanya luka terbuka pada bagian wajah Awan saat tubuh korban digerakkan dari atas ke bawah atau dalam posisi saat dibanting.
Selain itu, kakinya juga mengalami cedera.
Pelaku kekerasan, yaitu U, telah diidentifikasi sebagai tersangka dan mengakui perbuatannya kepada pihak kepolisian.
Polisi segera menahan tersangka di sel tahanan Markas Polres Metro Jakarta Utara (Jakut) untuk dipertanggungjawabkan atas seluruh perbuatannya.
Menurut Kapolres, tersangka U menghadapi ancaman hukuman penjara selama 15 tahun.
Insiden ini bermula saat U melihat seorang tetangga menegur K karena suatu alasan tertentu. Setelah insiden itu, U mencari K dan melakukan tindakan kekerasan terhadapnya.
"Dia melakukan kekerasan terhadap anaknya dengan cara membanting. Kemudian mengalami luka di bagian kepala dan keluar darah dari hidung, meninggal dunia," kata Gidion.
Gidion menyatakan bahwa pihaknya sedang menerapkan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan KUHP dalam penyelidikan kasus penganiayaan tersebut.
Penyidik telah melakukan pemeriksaan sampel urine dari pelaku, dan hasilnya menunjukkan bahwa U dinyatakan negatif terhadap penggunaan narkoba.
Penyidik mengartikan hasil tes urine tersebut sebagai indikasi bahwa pelaku tidak terpengaruh oleh zat tertentu saat melakukan tindakan penganiayaan.
"Artinya pada waktu dia melakukan itu, dalam kondisi fisikal fisiologi yang dapat dipertanggungjawabkan," kata Gidion.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]