WahanaNews.co |
Isu pelecehan seksual di ruang publik kembali muncul.
Media sosial sempat diramaikan dengan laporan
dugaan pelecehan seksual ke akun Twitter KAI Commuter, yaitu @CommuterLine.
Baca Juga:
Tersangka Razman Nasution Jalani Tes Kesehatan & Sidik Jari di Bareskrim
Korban yang melaporkan kasus justru mendapat
jawaban yang dinilai tak sopan oleh warganet.
"BTW kejadian nya dialami sama temen
Mba kan?? Bukan sama mba nya?? Kenapa gak langsung lapor polisi aja Mbanya? Dan
kalau lapor polisi si mba nya pun harus ada bukti..." demikian jawaban
admin @CommuterLine yang kemudian dihapus.
KAI Commuter akhirnya meminta maaf atas
peristiwa ini dan akan membina admin yang telah menjawab dengan kalimat tak
simpatik.
Baca Juga:
Jaksa Penuntut Umum Kejari Bireuen Tangani Kasus Pelecehan Seksual Terhadap Anak
Petugas KAI Commuter juga telah mendata
terduga pelaku dan korban.
Kasus pelecehan seksual di transportasi umum
masih menghantui penumpang pada masa pandemik, walau pembatasan jumlah
penumpang dan mobilitas masih berlangsung.
Kasus kekerasan terhadap perempuan di ranah
publik atau komunitas, menurut laporan Catatan Tahunan (Catahu) Komnas
Perempuan 2020, sebesar 21 persen (1.731 kasus) dari total 8.234 kasus yang
dihimpun.
Kasus paling menonjol adalah kekerasan seksual,
sebesar 962 kasus (55 persen), yang terdiri dari dari kekerasan seksual lain
(atau tidak disebutkan secara spesifik) dengan 371 kasus, diikuti perkosaan (229
kasus), pencabulan (166 kasus), pelecehan seksual (181 kasus), persetubuhan (5
kasus), dan sisanya adalah percobaan perkosaan (10 kasus).
"Istilah pencabulan dan persetubuhan
masih digunakan oleh kepolisian dan pengadilan, karena merupakan dasar hukum
pasal-pasal dalam KUHP untuk menjerat pelaku," tulis Komnas Perempuan,
seperti dikutip pada Selasa (8/6/2021).
Secara detail, Catahu 2020 menjabarkan bentuk
kekerasan lain di ranah komunitas ini, berturut-turut adalah kekerasan di
layanan publik atau tempat umum (pasar, transportasi umum, fasilitas umum dan
terminal) sebanyak 46 kasus, atau sebanyak 7 persen berdasarkan pengaduan yang
diterima Komnas Perempuan sepanjang 2020.
Total, ada 706 aduan langsung di ranah
komunitas yang diterima Komnas Perempuan.
Sedangkan kekerasan di tempat pendidikan berjumlah
18 kasus (3 persen), dan 17 kasus sisanya adalah kekerasan di fasilitas medis
atau non-medis, serta kekerasan terhadap pekerja migran.
Sementara itu, survei yang dilakukan Koalisi
Ruang Publik Aman (KRPA) pada 2019 menemukan hasil bahwa tiga dari lima
perempuan pernah mengalami pelecehan di ruang publik.
Sedangkan satu dari 10 laki-laki juga pernah
mengalami pelecehan di ruang publik.
Relawan Lentera Sintas Indonesia, Rastra
Yasland, mengatakan, ada 64 persen dari 38.766 responden perempuan yang
disurvei mengaku pernah mengalami pelecehan seksual di ruang publik, lalu 11
persen dari 23.403 responden laki-laki dan 69 persen dari 45 responden gender
lainnya mengungkapkan hal yang sama.
"Kejadian pelecehan seksual di ruang
publik paling tinggi terjadi di siang hari, yaitu 35 persen, disusul sore (25
persen), malam (21 persen), dan pagi (17 persen). Itu menunjukkan pelecehan
seksual bisa terjadi kapan saja," tuturnya.
Dalam survei itu juga ditemukan hasil bahwa
lokasi yang paling banyak terjadi pelecehan seksual adalah jalanan umum (33
persen), transportasi umum termasuk halte (19 persen), dan sekolah atau kampus
(15 persen).
Survei KRPA melibatkan 62.224 responden dari
34 provinsi di Indonesia dengan beragam gender, usia, tingkat pendidikan, dan
identitas.
Pengalaman Pelecehan Seksual Tak Langsung
Pengalaman pelecehan seksual secara tak
langsung dialami seorang perempuan berinisial L pada 2016.
Kala itu, perempuan 24 tahun itu bersama
rekannya sedang dalam perjalanan dari Jakarta ke Yogyakarta, dan sesampainya di
Stasiun Tugu, seorang pria tua datang dan mengeluarkan telepon genggamnya saat
rekan-rekan L menunggu jemputan.
Kelima rekan L berdiri di depan pria tua itu,
sedangkan L duduk di samping pria tersebut, terlihat dari layar telepon
genggamnya, pria itu merekam bagian bokong seorang rekan L yang mengenakan jin
dan berpakaian biasa, tidak terbuka.
Kaget dan gemetar, L mencoba menegur lak-laki
tua itu.
Pria tua itu memang mendengar teguran L, namun
hanya menutup layarnya dan diam.
Maraknya kasus pelecehan di transportasi umum
juga membuat komunitas @_perEMPUan_ mencetak booklet "Panduan
Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat dan Kendaraan Umum" berdasarkan
pengalaman mereka.
Booklet ini menjelaskan
pelecehan seksual menurut materi kampanye Gerakan 5 Jari yang diadakan Yayasan
Pulih masuk dalam konteks kekerasan seksual.
Pelecehan seksual umumnya terjadi dalam bentuk
verbal atau non-verbal.
"Pelecehan seksual (meraba, menyentuh
organ seksual, mencium secara paksa, merangkul, serta perbuatan lain yang
menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina, dan merasa dikendalikan)
mungkin ditambahkan pandangan atau kata-kata yang melecehkan," demikian
dikutip dari Booklet tersebut, Selasa (8/6/2021).
Dalam booklet tersebut dijelaskan
bagaimana korban pelecehan meminta bantuan, mulai dari bercerita pada orang
lain tentang kejadian itu dan dapat menghindari pelakunya, atau berteriak
sekencangnya.
Perempuan atau korban pelecehan juga bisa
melakukan perlawanan, langkah lainnya yang sederhana adalah membantu korban
yang dilecehkan dengan tatapan atau perkataan teguran atau memarahi pelaku.
Jangan takut melaporkan kasus kekerasan pada
perempuan, seperti pelecehan seksual hingga pemerkosaan, agar pelaku jera.
Buat pembaca yang menjadi saksi, Anda bisa
membantu korban dengan melaporkan ke beberapa kontak di bawah ini:
Call Center Komnas Perempuan:
(021) 3903963 atau (021) 80605399
Layanan pengaduan masyarakat Kemenpppa:
082125751234 (situs Kemenpppa.go.id)
LBH Apik: (021)
87797289 dan 081388822669. [qnt]