WahanaNews.co | Upaya
penyelamatan bangkai kapal selam KRI Nanggala-402 yang karam di perairan Bali
resmi dihentikan pada Rabu (2/6), satu bulan setelah dimulainya misi yang
melibatkan tiga kapal pemerintah Cina.
Baca Juga:
Prabowo Janjikan Ini ke Anak Korban KRI Nanggala-402
Alasannya, upaya dan risiko pengangkatan kapal tersebut
terlalu sulit, demikian pernyataan TNI Angkatan Laut.
"Semua operasi salvage telah dihentikan. Tiga kapal AL Cina
juga sudah meninggalkan perairan Bali," kata Kepala Dinas Penerangan TNI AL
Laksamana Pertama Julius Widjojono.
Julius mengatakan faktor lokasi karam yang curam dan dalam
serta potensi tinggi terjadinya gelombang bawah laut yang besar menjadi alasan
penghentian misi pencarian ini.
Baca Juga:
53 Awak KRI Nanggala-402 Gugur, Prabowo: Selamat Berlayar Menuju Keabadian
"Tingkat risiko serta kesulitannya sangat tinggi," katanya.
Dalam operasi pengangkatan KRI Nanggala-402, tim telah
melakukan penyelaman selama 20 kali dan berhasil mengangkat sejumlah material
penting, sebut TNI AL. Julius tidak memaparkan lebih jauh material penting apa
yang dimaksud.
Nanggala-402 tenggelam di perairan utara Bali saat melakukan
latihan penembakan torpedo pada 21 April 2021.
Upaya untuk menyelamatkan ke-53 awaknya pupus ketika tiga
hari kemudian TNI mengubah status kapal tersebut dari hilang menjadi tenggelam.
Hingga dinyatakannya upaya pengangkatan bangkai kapal resmi
dihentikan pada hari ini, tidak satu pun jenazah dari awak kapal Nanggala
tersebut berhasil ditemukan.
Pemerintah Cina pada awal Mei mengirimkan tiga kapal
angkatan Lautnya (People Liberation Army Navy/PLAN) untuk membantu mengangkat
potongan Nanggala-402 yang terbelah menjadi tiga bagian usai karam di kedalaman
838 meter.
Ketiga kapal tersebut yakni PRC Navy Ship Ocean Tug
Nantuo-195, Xing Dao-863, dan Scientific Salvage Tan Suo 2, dengan dua di
antaranya disebut memiliki kemampuan evakuasi hingga kedalaman 4.500 meter dan
mengangkat beban hingga 2.000 ton.
KRI Nanggala-402
memiliki bobot 1.395 ton dan panjang 59,5 meter.
Pada 18 Mei, salah satu kapal Cina berhasil mengangkat dua
perahu karet (life raft)dari Nanggala-402 dengan bobot masing-masing sekitar
700 kilogram ke permukaan dengan menggunakan tali yang dikaitkan oleh robot.
Atase Pertahanan Cina untuk Indonesia Senior Kolonel Chen
Yongjing menyampaikan dalam operasi pengangkatan selama sebulan terakhir,
pasukan AL Cina berupaya mengumpulkan sebanyak-banyaknya dokumentasi berupa
foto dan video.
Pasukan juga berhasil mengangkat bagian dari Nanggala-402
yang seluruhnya telah diserahkan kepada pihak Indonesia.
"Ini merupakan salah satu bukti nyata kegiatan penyelamatan
kemanusiaan yang dilakukan bersama TNI AL," kata Chen, melalui keterangan
tertulis yang dibagikan Dinas Penerangan TNI AL terkait rapat koordinasi pengakhiran
operasi salvage, Rabu.
"Kegiatan ini memiliki makna yang sangat besar pada
perkembangan hubungan kemitraan strategis komprehensif TNI AL dan tradisi kedua
negara yaitu berat dipikul berat sama dijinjing serta juga bermakna besar dalam
kerja sama maupun saling percaya antara kedua militer," sambung Chen.
Sebelum karam, KRI Nanggala-402 diperkirakan telah melakukan
penyelaman hingga sekitar 13 meter kemudian tergulung gelombang besar atau
internal wave hingga terperosok ke kedalaman 838 meter, menujrut pejabat TNI
AL.
Dasar Laut Bali dicirikan oleh lereng yang curam dengan
kedalaman maksimum 1.590 meter.
Asisten Perencanaan KSAL Laksamana Muda Muhammad Ali pada
bulan lalu mengatakan pengangkatan dengan mengaitkan pengikat dari bangkai KRI
Nanggala ke kapal pengangkat menjadi salah satu metode yang paling mungkin
dilakukan.
Namun proses tersebut membutuhkan kemampuan penyelaman yang
handal baik dilakukan oleh penyelam manusia maupun robot, kata Ali.
Nanggala-402 dibuat oleh perusahaan Jerman, Howaldtswerke-Deutsche
Werft pada tahun 1977 dan mulai digunakan oleh TNI AL pada 1981. Pada periode
2009 ke 2012, KRI Nanggala menjalani pemeliharaan menyeluruh di Daewoo
Shipbuilding & Marine Engineering di Korea Selatan.
Ketika dinyatakan hilang, pencarian KRI Nanggala-402 turut
dibantu armada dari negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Australia
yang mengirimkan kapal mereka serta Amerika Serikat yang mengirimkan pesawat
pengintai maritimnya, P-8 Poseidon.
Sepuluh kapal selam
Pada awal Mei, Komisi I DPR RI mengungkapkan rencana
strategis pengadaan delapan hingga sepuluh kapal selam untuk TNI Angkatan Laut
(AL) hingga 2029, menyusul tragedi tenggelamnya KRI Nanggala 402.
Juru bicara TNI AL Julius Widjojono membenarkan adanya
rencana penambahan kapal selam, namun menyatakan keputusan akhir berada di
Kementerian Pertahanan.
"Kami sudah ajukan kebutuhannya, minimal 12 kapal selam.
Tapi keputusan ada di pihak atas, mau diberikan apa, seperti apa, kami siap
melaksanakannya," kata Julius.
Julius mengatakan kebutuhan penambahan kapal selam dilakukan
untuk menyeimbangkan kekuatan militer Indonesia dengan negara-negara
tetangga.
"Coba bandingkan dengan Singapura, negara kecil tersebut
punya berapa? Kita sebagai negara kepulauan terbesar pernah hanya memiliki dua.
Itu alasannya," kata Julius, seraya menambahkan, "kita perlu keseimbangan
kekuatan, geostrategi, negara kawasan seperti apa."
Indonesia telah bekerja sama dengan Korea Selatan dalam
pembuatan kapal selam dalam beberapa tahun terakhir dan tengah mengupayakan
kerja sama teknis dengan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering.
Dengan tenggelamnya Nanggala-402, saat ini Indonesia hanya
memiliki empat kapal selam tersisa. Tiga di antara kapal selam yang tersisa,
KRI Aluguro-405, Ardadedali-404 dan Nagapasa-403, adalah buatan Korea Selatan.
Sementara KRI Cakra-401 berasal dari pabrikan yang sama
dengan Nanggala-402. [qnt]