WahanaNews.co | Ketua Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor) Indonesia, Reni Kusumo mengatakan kepribadian salah satu anggota keluarga yang ditemukan meninggal dunia di Kalideres, Budyanto Gunawan, memiliki karakteristik yang unik, serta sering iri hati dan keras kepala dari tingkah laku dan berpikirnya.
Tak hanya itu, Budiyanto juga diketahui menyukai hal-hal yang bersifat klenik perdukunan sejak SMA dan juga memiliki guru spiritual.
Baca Juga:
Rumah di Kalideres Masih Dipasangi Garis Polisi Meski Penyebab Kematian Terungkap
“Profil psikologi Bapak Budianto ini memang ciri kepribadiannya khas. Dia memiliki strategi koping dengan mencari alternatif-alternatif bukan pengobatan secara medik, begitu juga dia meyakini sesuatu yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kehidupannya, termasuk dalam hal finansial,” kata Reni dalam keterangannya, kemarin.
Hal tersebut kemudian dijadikan harapan dan diyakini oleh Budyanto untuk memperbaiki masalah dalam keluarganya, seperti kesehatan dan finansial. Namun keyakinannya bergeser dari harapan (hope) menjadi putus asa (hopeless).
“Namun kenyataannya harapannya tidak juga kunjung datang sehingga ada pergeseran dari situasi berharap (hope) yang kemudian ke hopeless,” tambahnya.
Baca Juga:
Kesimpulan Keluarga Tewas Kalideres: Kematian Wajar dalam Kondisi Tak Wajar
Hal tersebut berlanjut dengan kondisi keuangannya, lalu berupaya menjual aset namun sudah tidak ada, sehingga psikologisnya mencapai ke titik ketidakberdayaan, yang beresiko memperburuk kondisi fisik dan kesehatannya.
“Intinya Bapak Budianto ini meninggal dalam situasi ketidakberdayaan keyakinan yang tidak lazim, namun hasil tidak seperti yang diharapkan. Serta tidak ada sumber daya finansial dan sosial yang memungkinkan untuk diakses,” jelasnya.
Sementara untuk anak dari pasangan Rudyanto dan Renny, Dian, memiliki kepribadian tertentu yang sangat kuat, yang kerap menekan emosi negatif yang muncul. Dian juga sulit dalam mengambil keputusan dan memiliki ketergantungan yang tinggi, terutama kepada Ibunya.
“Ibu Dian ini bukan seorang yang mampu mengambil keputusan dengan cepat. Ini dipengaruhi oleh pola asuh yang membuatnya memiliki ketergantungan luar biasa terhadap orang-orang di sekitarnya, ini yang kemudian membuatnya kurang mampu mencari solusi di dalam situasi ketidakberdayaan,” ucap Reni.
Dijelaskannya, Dian merasa tidak berdaya setelah ditinggal ketiga anggota keluarga yang dicintainya, yang nampaknya juga terdapat masalah fisik dan psikologis. Namun dia masih ada keinginan untuk hidup. “Situasi ini melampaui kesanggupan mbak Dian atau ibu Dian, untuk merespon secara adaptif,” sebutnya.
Lebih lanjut, Dian tidak memiliki sumber daya yang memadai baik dalam diri sendiri maupun dukungan sosial dari luar untuk menghadapi situasi kehilangan yang sangat intens.
“Tapi masih kelihatan bahwa dia berusaha untuk melakukan perawatan. Artinya ada pembelian makanan, dari bon-bon, nota-nota belanjanya yang masih dia lakukan. Dan tadi juga dinyatakan (kedokteran forensik) ada feses yang masih tersisa,” kata Reni.
“Di samping itu juga rumah itu masih dipersiapkan dengan baik dan terlihat cara tidur dia itu berupaya untuk dapat posisi yang nyaman di dekat ibunya,” imbuhnya.
“Kondisi ini menunjukkan bahwa dia bukan ingin mati seperti bunuh diri, juga bukan karena ada pihak lain, juga bukan karena kecelakaan, tetapi karena kematian yang wajar,” jelasnya. [sdy]