WahanaNews.co | Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng sejak 1 Februari 2022.
Melalui aturan itu, harga minyak goreng curah ditetapkan menjadi Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium seharga Rp 14.000 per liter.
Baca Juga:
Jaga Pasokan, Pemerintah Perbarui Kebijakan Pengendalian Minyak Goreng Pasca Lebaran
Kendati harganya sudah ditetapkan, hasil pantauan Ombudsman menemukan banyak minyak goreng yang beredar di pasaran dijual dengan harga di atas HET.
Wakil Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Guntur Syahputra Saragih, mengungkapkan, hal itu terjadi sebab banyak faktor yang harus dibenahi.
Ia menilai harus ada kebijakan susulun setelah pemerintah mengintervensi harga pasar dengan kebijakan HET.
Baca Juga:
Minyakita Langka di Banyak Daerah, Konsumen Menjerit
“HET yang dipatok pemerintah lebih rendah dari harga yang ada di pasar. Sehingga selisih itu kan berarti pelaku usaha ada opportunity lost untuk dapat keuntungan lebih besar. Bukan rugi tapi kehilangan kesempatan untuk dapat untung yang lebih besar,” kata Guntur kepada wartawan, Sabtu (26/2/2022).
Menurutnya, opportunity lost itulah yang harus ditutup oleh pemerintah.
Guntur mengatakan, hal itu bisa dilakukan dengan cara subsidi pemerintah.
“Subsidi terserah di mana saja, di produsen, di peritel, atau perantara, atau di konsumen juga bisa. Itu kan pilihan-pilihan subsidi,” kata Guntur.
Subsidi tersebut, kata Guntur, bisa saja diambil dari dana BPDPKS.
Namun tetap saja akan sulit jika diterapkan di industri Indonesia.
“Akhirnya kemarin ada upaya refraksi pelaku usaha yang kadung sudah tinggi (harga minyak goreng), harga yang lama sebelum HET. Pertanyaannya apakah bisa direfraksi pemerintah dengan dana itu tadi. Itu kan tidak mudah. Kompleks juga,” kata Guntur.
“Jadi harga yang ditentukan intervensi tadi tentunya harus melakukan beberapa hal untuk mencapai itu. Kan negara kita bukan negara ekonomi yang terkomando. Tidak semerta-merta bisa seperti itu,” imbuhnya.
Selain subsidi, Guntur mengatakan upaya lain yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan menerapkan disinsentif pada pelaku usaha yang kedapatan menjual minyak goreng tak sesuai HET.
Seperti halnya pada kebijakan Domestic Price Obligation (DMO) yang jika tak dipenuhi produsen meraka tak akan dapat izin ekspor.
“Jadi ada hitung-hitungan kalkulasi bisnis di dalamnya. Namun pertanyaannya adalah kebijakan tersebut memberikan level playing filed (lapangan tanding usaha) yang sama antara pelaku usaha kalau dalam konteks persaingan,” pungkasnya. [gun]