WahanaNews.co | Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Eko Budi Lelono menyampaikan paparannya, letusan Gunung Semeru pada Sabtu (4/12) kemungkinan besar disebabkan faktor eksternal, curah hujan tinggi, yang memicu runtuhnya bibir lava sehingga terjadi erupsi.
Hal ini juga dinilai lantaran aktivitas suplai magma dan material pada November dan pada 1-3 Desember tidak mengalami perubahan signifikan. Catatan kegempaan juga dikatakan relatif rendah.
Baca Juga:
Polisi Temukan Ladang Ganja di Hutan Curam Gunung Semeru, 2 Pelaku Ditangkap
"Kelihatannya memang ada kaitan dengan curah hujan tinggi, sehingga menyebabkan runtuhnya bibir lava itu sehingga memicu adanya erupsi, atau ada guguran awan panas," ungkap Eko dalam konferensi pers dilansir dari Antara, Sabtu (4/12).
"Dari sisi kegempaan ini relatif rendah, tidak ada asosiasi dengan peningkatan adanya supply magma atau batuan permukaan. Aktivitas Gunung Semeru ini sebetulnya tidak ada aktivitas yang berlebihan dari kegempaan yang memperlihatkan adanya supply magma itu relatif biasa saja seperti sebelum-sebelumnya," jelas dia.
Petugas di Pos Pengamatan Gunung Semeru yang berada di Dusun Poncokusumo melaporkan kejadian guguran awan panas mulai pukul 14.47 WIB dengan amplitudo maksimal 20 mm.
Baca Juga:
Polres Lumajang Temukan Ratusan Tanaman Ganja di Lereng Gunung Semeru
Lalu pada pukul 15.10 WIB Pos Gunung Sawur melaporkan visual abu vulanik dari guguran awan panas mengarah ke Desa Besuk Kobokan dan tercium bau belerang.
Kepala BNPB Suharyanto menjelaskan berdasarkan catatan data yang dihimpun, guguran lava pijar teramati sampai 800 meter dengan pusat guguran kurang lebih 500 meter di bawah kawah. [qnt]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.