WahanaNews.co | Rakyat
Indonesia patut bangga pada Korps Marinir, satuan elite milik Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), yang memiliki kemampuan tinggi untuk
mengamankan dan menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Baca Juga:
Bupati Labuhanbatu Utara Hadiri Apel Gelar Pasukan Operasi Mantap Praja Toba 2024: Siap Amankan Pilkada
Berdiri sejak 15 November 1945, Korps Marinir menyandang
status sebagai satuan elite tertua yang dimiliki oleh TNI. Setelah Korps
Marinir berdiri, barulah muncul Korps Pasukan Khas (Paskhas) TNI Angkatan
Udara, dan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat.
Sepanjang 75 tahun eksistensinya, Korps Marinir tak bisa
dilepaskan dari sejarah perjuangan bangsa. Korps Baret Ungu ini juga ikut
terlibat dalam sejumlah operasi militer, mulai dari Perang Kemerdekaan
Indonesia, Operasi Dwikora, penumpasan Darul Islam/Tentara Nasional Indonesia
(DI/TII), hingga operasi pembebasan awak kapal MV Sinar Kudus di Somalia.
Tak cuma itu, sejumlah aksi anggota Korps Marinir dalam
Operasi Militer Selain Perang (OMSP) juga banyak mengundang decak kagum.
Beberapa diantaranya adalah proses evakuasi pesawat AirAsia QZ8501 yang jatuh
di Laut Jawa dan evakuasi pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di tempat yang sama.
Baca Juga:
Indonesia Bakal Kirim Pasukan ke Gaza, Warga Sipil Juga Bisa Ikut Bantu
Menurut data yang dikutip dari situs resmi TNI Angkatan
Laut, saat Korps Marinir berusia 16 tahun digagas sebuah ide untuk menciptakan
satuan elite yang mampu melakukan aksi dalam operasi khusus yang senyap dan
rahasia.
Tepatnya pada 13 Maret 1961, berdiri lah Kompi Intai Para
Amfibi (KIPAM) yang berisi prajurit terlatih dengan kemampuan di atas rata-rata
prajurit biasa.
Setelah sembilan tahun berdiri, KIPAM kemudian berubah
menjadi Batalyon Intai Para Amfibi. Setahun berselang, Batalyon Intai Para
Amfibi berubah nama lagi menjadi Batalyon Intai Amfibi (Yontaifib) hingga
sekarang.
Dengan kemampuan bergerak senyap dan mematikan, Batalyon
Intai Amfibi memiliki semboyan yang diambil dari Bahasa Sansekerta, Mayanetra
Yamadhipati. Kalimat itu berarti "Malaikat Pencabut Nyawa yang Tidak Terlihat".
Secara keseluruhan, makna semboyan tersebut adalah selalu memiliki kemampuan
bergerak dengan cepat, rahasia dan mematikan dalam setiap pertempuran.
Batalyon Intai Amfibi Korps Marinir pun diresmikan menjadi
pasukan Khusus pada 2003. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Kepala
Staf TNI Angkatan Laut (Kasal) No. Skep/1857/XI/2003 tanggal 18 November 2003.
Dengan segala kemampuan yang dimiliki Yontaifib, jelas tak
mudah bagi seorang prajurit untuk menjadi anggotanya. Pasalnya, ada seleksi
yang sangat ketat dan keras.
Untuk menjadi anggota Batalyon Intai Amfibi, seorang
Tamtama, Bintara atau Perwira, minimal telah menjalani dinas aktif di Korps
Marinir.
Salah satu syarat wajib yang harus dilakukan oleh para calon
anggota Yontaifib adalah berenang sejauh 3 kilometer dengan kondisi tangan dan
kaki terikat. Tak cuma itu, para calon anggota juga harus mampu berenang kurang
lebih 12 kilometer menyeberangi Teluk Poncomoyo, Banyuwangi, Jawa Timur. [dhn]