WahanaNews.co | Petenis putri nomor satu dunia, Iga Swiatek, yakin tak ada batasan yang menghalangi tujuannya untuk memenangi lebih banyak gelar grand slam ke depan usai sukses di US Open alias AS Terbuka 2022.
Gelar kampiun diraih petenis Polandia itu seusai mengalahkan Ons Jabeur pada partai final yang berlangsung di Arthur Ashe Stadium, Flushing Meadows, New York, Minggu (11/9/2022) dini hari WIB.
Baca Juga:
Horor! Ular Berbisa Seberangi Lapangan Saat Berlangsung Turnamen Tenis Internasional
Dia mengatasi Jabeur dengan dua set langsung 6-2, 7-6 (7/5).
Kemenangan itu digadang-gadang memberi bukti Swiatek menjadi petenis terdepan yang berpeluang mendominasi di sektor tunggal putri setelah era Serena Williams.
"Saya tidak yakin apakah saya berada di level yang sebenarnya untuk memenangkan Grand Slam, terutama di AS Terbuka di mana sangat cepat. Itu adalah sesuatu yang tidak saya duga," ujarnya.
Baca Juga:
Bakal Dimainkan di PON XXI 2024, Yuk Kenali Padel yang Mirip dengan Olahraga Tenis
"Ini juga seperti konfirmasi bagi saya bahwa langit adalah batasnya. Saya bangga, juga sedikit terkejut, hanya senang saya bisa melakukan itu," imbuh Swiatek.
Gelar di AS Terbuka ini menjadi titel grand slam ketiganya setelah juara di Prancis Terbuka pada 2020 dan 2022.
Petenis berusia 21 tahun itu juga mencatatkan diri sebagai petenis putri pertama sejak 2016 yang mampu memenangi dua grand slam dalam satu musim.
Dia juga sukses memperpanjang rekor di final turnamen dengan memenangi semua penampilannyaa di partai puncak tanpa kalah satu set pun.
Rekor Swiatek di turnamen hard court juga mulai menunjukkan capaian tahun ini.
Sebelumnya, dia dikenal sebagai pemain yang lebih condong kuat di lapangan tanah liat.
Namun, setelah sukses juara berturut-turut di Doha, Indian Wells, dan Miami Terbuka tahun ini, Swiatek mulai merubahnya.
Gelar di AS Terbuka ini pun memberi pesan Swiatek bisa menembus batasan.
Dia berharap kemenangannya menjadi titik balik psikologis untuk permainannya.
Swiatek percaya kemampuannya untuk mengatasi gangguan dan menjalani permainannya sesuai dengan rencana menjadi tanda dia telah menjadi pemain yang lebih tangguh secara mental.
"Saya sangat bangga dengan fakta bahwa secara mental saya tidak putus asa pada saat-saat penting itu," kata Swiatek.
"Saya bangga bahwa saya memiliki lebih banyak solusi dan pilihan di lapangan daripada sebelumnya dalam hal tenis, tapi ya, juga secara mental," tukasnya.
Bagi Ons Jabeur, kekalahan tersebut membuyarkan ambisinya yang bertekad menjadi petenis putri pertama dari kawasan Arab dan Afrika yang memenangi grand slam.
Petenis berusia 28 tahun berkebangsaan Tunisia itu sebelumnya juga mengalami kegagalan di final Wimbledon pada Juli lalu.
"Tidak ada yang perlu saya sesali karena saya melakukan segalanya yang mungkin," kata Jabeur.
Jabeur tak ingin terlarut dengan kekalahannya dan sudah menyusun rencana untuk musim depan bersaing memperebutkan peringkat nomor satu dunia.
"Dari segi poin, saya tidak memiliki poin bertahan di Australia Terbuka, di Prancis Terbuka, di Wimbledon, itu bagus. Ini hal yang bagus. Saya pasti akan memperebutkan posisi nomor 1 dunia,” kata Jabeur.
"Saya masih memiliki Masters (Final WTA di Fort Worth). Saya mungkin akan menunjukkan diri saya di sana dan membangun lebih banyak kepercayaan diri untuk benar-benar bersiap untuk musim depan karena saya merasa banyak yang harus saya tunjukkan," pungkasnya. [gun]