WahanaNews.co | Pada pembukaan leg pertama semifinal Piala AFF 2020 (2021) antara Timnas Indonesia vs Singapura akan jadi sarana mengumpulkan banyak gol. Karenanya strategi parkir bus kurang pas untuk diterapkan.
Pelatih Singapura Tatsuma Yoshida secara terbuka mengakui Timnas Indonesia lebih baik dari Singapura. Namun pelatih asal Jepang ini dengan gagah mengatakan tak akan bermain tertutup. Ia anti dengan skema parkir bus atau strategi negatif.
Baca Juga:
Indonesia Bungkam Arab Saudi, Prediksi Bojan Hodak Jadi Kenyataan
"Kami hanya percaya pada konsep yang kami mainkan," kata Yoshida dalam jumpa pers virtual pada Selasa (21/12) saat ditanya mengenai Timnas Indonesia yang tampil dengan gaya bunglon atau false nine dalam beberapa kesempatan.
Sejarah pun membuktikan, tim yang unggul dengan banyak gol pada leg pertama, lebih dominan lolos ke final atau juara. Timnas Indonesia telah membuktikan hal tersebut pada edisi 2010 dan 2016.
Pada 2010, Garuda dilibas Malaysia dengan skor 1-3 pada leg pertama, akhirnya gagal juara meski menang 2-1 pada leg kedua. Ini kekalahan paling menyakitkan bagi Indonesia karena sebelumnya mereka sempat melumat Malaysia pada fase grup.
Baca Juga:
Timnas Indonesia Hadapi Arab Saudi di Kualifikasi Piala Dunia 2026 Putaran Ketiga
Selanjutnya pada semifinal Piala AFF 2016 Timnas Indonesia menaklukkan Vietnam dengan skor tipis 2-1 pada leg pertama. Kemenangan ini menjadi modal Indonesia menatap laga kedua. Hasilnya 2-2. Indonesia pun ke final karena menang agregat 4-3.
Singapura pun demikian. Dalam laga final leg pertama Piala AFF 2012 mereka menang 3-1 atas Thailand. Hal ini membuat The Lions bermain bertahan pada leg kedua. Meski akhirnya kalah 0-1 mereka tetap merengkuh gelar juara.
Kisah Piala AFF 2008 juga bisa jadi pegangan. Singapura main tertutup pada leg pertama dan membuat Vietnam frustrasi. Skor 0-0. Berkaca dari laga ini Vietnam bermain lebih sabar dan akhirnya mengalahkan Singapura.
Shin Tae Yong dengan terbuka menyebut pertandingan melawan Singapura sebagai laga final. Karenanya Shin memberi isyarat tak akan bermain tertutup. Leg pertama jadi sarana mengumpulkan gol sebanyak-banyaknya.
Apalagi sistem kandang-tandang di Piala AFF edisi pandemi Covid-19 ini berlangsung di Singapura, sehingga tak ada alasan untuk menjadikan laga kandang sebagai momentum untuk menyerang habis-habisan.
Salah satu senjata Singapura di Piala AFF 2020 (2021) adalah Ikhsan Fandi. Striker yang tampil di Liga Denmark, FK Jerv ini sudah mengoleksi dua gol. Salah satu golnya tercipta lewat tandukan yang memanfaatkan situasi sepak pojok.
Striker 23 tahun ini juga punya tendangan keras. Golnya ke gawang Myanmar menjadi bukti. Karenanya anak dari legenda sepak bola Singapura Fandi Ahmad ini jadi tumpuan Yoshida dalam empat laga babak Grup A.
Beruntungnya Timnas Indonesia punya Elkan Baggott. Pemain 19 tahun ini sudah tampil dua kali di Piala AFF 2020 dan membuktikan kapasitasnya. Pemain berdarah Inggris ini tak hanya piawai dalam duel udara, tetapi punya teknik clearance yang apik.
Bek Malaysia yang main di Eropa, Dion Cools contohnya. Dalam laga melawan Indonesia, Cools ditempatkan sebagai penyerang pada babak kedua. Upaya Malaysia ini akhirnya patah karena Baggott tampil dingin dan lugas.
Pemain kelahiran Bangkok, Thailand yang baru punya kartu tanda penduduk Indonesia (KTP) pada November 2021 ini tampak punya intuisi tajam. Ia tahu kapan naik meninggalkan pos pertahanan dan kapan berdiam diri di teritori pertahanan.
Pada saat yang sama, tim Merah Putih memiliki bek serba bisa dan lugas: Alfeandra Dewangga. Tipikal mainnya mengingatkan sosok Manahati Lestusen pada 2016.
Pemain yang namanya mulai diperhitungkan saat tampil di Piala AFF U-19 2019 ini mulai jadi tumpuan Shin Tae Yong. Dengan tipikalnya itu, bukan tak mungkin Shin menerapkan lagi skema 3-5-2 seperti saat melawan Vietnam.
Hanya saja tidak bermain tertutup, melainkan terbuka seperti saat melawan Malaysia. Dalam pertandingan terakhir Grup B pada Minggu (19/12), Dewangga berkolaborasi dengan Fachruddin Aryanto dan Baggott.
Saat Timnas Indonesia, menyerang Baggott dan Fachruddin tetap bertahan, sedangkan Dewangga menjadi holding midfielder. Sebaliknya saat ditekan ketiganya sejajar membangun tembok pertahanan.
Yang tak kalah sengit adalah pertarungan intelegensi di lini tengah Singapura dan Indonesia. Dalam hal ini adalah pertarungan dua kapten kedua tim, yaitu Hariss Harun dan Evan Dimas.
Hariss menjadi otak permainan Singapura dan tak tergantikan, sedangkan Evan Dimas mulai sering jadi pemain pengganti karena kebutuhan strategi. Meski demikian Evan tetap senjata vital.
Saat Evan main, lini tengah Indonesia lebih hidup. Aliran bola pun lebih cair, kecuali saat melawan Vietnam. Jika Evan starter melawan Singapura, itu jadi pertanda Timnas Indonesia akan menyerang sejak menit pertama, bukan parkir bus. [bay]