WahanaNews.co, Surabaya - Dalam kasus Tragedi Kanjuruhan Malang, tim Gabungan Aremania (TGA) mendesak agar mantan Direktur PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita segera diproses hukum dan diadili.
Hal itu dikatakan Koordinator TGA Dyan Berdinandri, merespons putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang menganulir vonis bebas dua polisi, yakni mantan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi dan mantan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto.
Baca Juga:
Sidang Kanjuruhan, Ahli: Gas Air Mata Tak Bisa Dideteksi di Jenazah
"[Eks Dirut] PT LIB [Akhmad Hadian Lukita] sampai saat ini tidak pernah diproses secara hukum [di pengadilan]. Padahal saat kejadian masih PT LIB yang menaungi & mengatur jadwal liga," kata Dyan melansir CNNIndonesia.com, Jumat (25/8/2023).
Sebagai informasi, Hadian merupakan satu-satunya tersangka Tragedi Kanjuruhan Malang 1 Oktober 2022 yang belum diseret ke pengadilan hingga saat ini.
Hadian juga telah dilepaskan polisi dari sel karena masa tahanannya habis, sementara itu berkasnya tak kunjung dinyatakan lengkap untuk dilimpahkan ke Kejaksaan. Sebelumnya, Polda Jawa Timur mengklaim masih melengkapi berkas perkaranya.
Baca Juga:
Jelang Sidang Tragedi Kanjuruhan, Polisi Lakukan Pengaman Berlapis
Pascaputusan kasasi MA, CNNIndonesia.com telah mengonfirmasi perkembangan berkas Akhmad Hadian ini ke Kasubdit I Kamneg Ditreskrimum Polda Jatim, AKBP Achmad Taufiqurrahman. Namun yang bersangkutan belum memberikan respons hingga berita ini ditulis pada Jumat petang ini.
Terakhir, Taufiq pernah menyebut, penyidik masih melakukan koordinasi dengan jaksa untuk melengkapi berkas itu.
"Masih koordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU)," kata Taufiq, Jumat (9/6) lalu.
Koordinasi itu, kata Taufiq, sebab mereka masih membutuhkan keterangan ahli untuk melengkapi berkas tersebut.
"Untuk menambahkan keterangan ahli, Mas," ucapnya.
Namun, Taufiq belum memberikan kepastian kapan pemeriksaan dan siapa ahli yang akan dimintai keterangan tersebut.
"Penyidik masih bahas dengan JPU," ujar Taufiq.
Penembak gas air mata di stadion
Tak hanya Hadian, Aremania juga meminta petugas atau aparat kepolisian yang menembakkan gas air mata ke Tribune Stadion Kanjuruhan 1 Oktober 2022 lalu, juga dihukum secara pidana.
"Sampai sekarang para eksekutor lapangan yang menembakkan gas air mata juga tidak pernah diproses secara hukum," ujar Dyan.
Meskipun demikian, Dyan mengatakan TGA tetap mengapresiasi putusan kasasi MA yang membatalkan vonis bebas mantan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi dan mantan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto.
Diketahui dalam putusan kasasi itu, MA menjatuhkan vonis dua tahun penjara kepada mantan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, dan dua tahun enam bulan penjara kepada eks Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto.
"Sudah lumayan ada kemajuan sedikit di bidang hukum untuk kasus di atas. Tetapi sebenarnya kami tekankan bahwa yang kami inginkan, Aremania dan keluarga korban Kanjuruhan adalah, adanya proses hukum yang sesuai," ucap Dyan.
"Kami hanya minta keadilan benar-benar ditegakkan dalam kasus kanjuruhan secara adil. Sesuai dengan Pancasila sila kelima. Tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa memihak ke penguasa. Dan semua warga Indonesia sama di mata hukum Indonesia," imbuhnya.
Terkait itu, TGA berharap Laporan Model B yang dilayangkan sejumlah keluarga korban Tragedi Kanjuruhan di Polres Malang, segera diproses dan berlanjut ke tahap penyidikan
"Kami menginginkan laporan model B dapat dilanjutkan, sehingga dapat memproses semua yang bersalah dalam Tragedi Kanjuruhan," pungkasnya.
Laporan Model B ini sendiri dilayangkan beberapa keluarga korban Tragedi Kanjuruhan ke Polres Malang sejak November 2022 silam.
Terlapornya ialah Pengurus Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), PT Liga Indonesia Baru (LIB), PT Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia (AABBI).
Kemudian aparat kepolisian penembak gas air, penanggung jawab keamanan yakni eks Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat, eks Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta dan pihak broadcaster PT Indosiar Visual Mandiri.
Mereka melaporkan pihak-pihak tersebut, atas pelanggaran pasal Pasal 338 dan 340 KUHP, tentang pembunuhan dan pembunuhan berencana. Laporan Model B ini berbeda dengan dengan perkara Tragedi Kanjuruhan yang telah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
[Redaktur: Alpredo Gultom]