WahanaNews.co |
Oda Nobunaga adalah tuan tanah Jepang dari golongan samurai (daimyo) selama Zaman Sengoku hingga
Zaman Azuchi-Momoyama, dan dia memiliki pengaruh besar pada generasi
berikutnya.
Nobunaga memimpin Jepang dari 1568 hingga 1582
yang dikenal sebagai salah satu dari 3 tokoh yang pernah menyatukan Jepang pada
Abad Pertengahan.
Baca Juga:
Jepang Impor Beras dari Korsel Akibat Lonjakan Harga Domestik
Dua tokoh lainnya adalah Toyotomi Hideyoshi dan
Tokugawa Ieyasu, dari periode yang berbeda.
Nobunaga pun dikenal sebagai seorang jenderal
inovatif yang menggunakan diplomasi serta taktik dan senjata militer yang
unggul untuk mengalahkan saingannya.
Panglima perang ini terkenal karena dorongan
kejamnya untuk menaklukkan semua yang ada di hadapannya, seperti yang dilansir
dari World History.
Baca Juga:
Kerja Sama Pemprov Sulut dengan PT INA Berikan Pelatihan Bahasa dan Budaya Jepang
Nobunaga Muda
Nobunaga lahir pada 3 Juli 1534, sebagai putra
kedua dari Oda Nobuhide, yang merupakan seorang daimyo selama Zaman Sengoku di Provinsi Owari, di Kastil
Shobata-jo, Jepang tengah, seperti yang dilansir dari Japanese Wiki Corpus.
Ibunya, Dota-gozen, adalah istri sah Nobuhide,
ia menjadi penguasa Istana Nagoya-jo pada usia 2 tahun.
Nobunaga sering menunjukkan perilaku aneh dari
kecil, sehingga dia disebut orang bodoh di Owari oleh orang-orang di
sekitarnya.
Ada episode terkenal bahwa dia tertarik dengan
senjata tanegashima yang
diperkenalkan ke Jepang.
Selain itu, ia bermain dengan anak muda di
kota, seperti orang biasa tanpa memandang status sosial.
Ketika dia masih seorang pewaris muda, dia
sering menunjukkan pertunjukan berani yang mengejutkan ayahnya Nobuhide,
misalnya, dia membakar kota di dekat Kastil Kiyosu-jo.
Pada 1546, ia merayakan pencapaian
kedewasaannya di Kastil Furuwatari-jo dan mengidentifikasi dirinya sebagai Oda
Kazusa no suke (Asisten Gubernur Provinsi Kazusa) Nobunaga.
Pada 1551, ayahnya Nobuhide meninggal dan dia
menggantikannya sebagai kepala keluarga serta pengausa Nagoya kastil.
Lahirnya Kekuatan Nobunaga
Dengan menggunakan kastil sebagai markasnya,
Nobunaga memperluas dominasinya.
Awal keberhasilannya ditandai dengan
meruntuhkan Kota Kiyosu pada 1555.
Lalu, pada 1559, ia merebut dan melenyapkan
benteng Iwakura.
Reputasi panglima perang yang kejam saat itu
telah melekat padanya, setelah ia memerintahkan pembunuhan terhadap saudara
laki-lakinya sendiri pada 1557.
Pada 1560, di Pertempuran Okehazama panglima
perang Mikawa, Imagawa Yoshimoto (1519-1560), dikalahkan dan dibunuh ketika
pasukan Nobunaga yang kalah jumlah melakukan pengepungan yang mengejutkan
terhadap musuh.
Nobunaga berkembang untuk menjadi pemimpin
militer Jepang yang paling ditakuti.
Mempersatukan Jepang
Pada 1568, Nobunaga berhasil menguasai ibu kota
Heiankyo (Kyoto), dan kemudian ia mengangkat Ashikaga Yoshiaki sebagai shogun
"boneka".
Lima tahun kemudian, Ashikaga diasingkan karena
bersekongkol dengan musuh-musuh Nobunaga, sehingga mengakhiri shogun Ashikaga.
Pada 1579 dan sekarang menguasai seluruh Jepang
tengah, Nobunaga mendirikan markas baru di kastil Azuchi yang megah di luar ibu
kota di tepi Danau Biwa.
Nobunaga mampu mengalahkan panglima perang
saingan dan memperluas kendali teritorialnya berkat pasukannya yang besar, yang
dilengkapi dengan baik dan termasuk jenderal berbakat Toyotomi Hideyoshi, yang
akan menjadi penerus Nobunaga.
Nobunaga adalah seorang inovator karena ia
adalah salah satu pemimpin Jepang pertama yang mengadopsi senjata api dari
Barat.
Sekitar tahun 1549, ketika Nobunaga hanyalah
seorang komandan berusia 15 tahun, dia telah menciptakan korps spesialis yang
terdiri dari 500 orang yang masing-masing menggunakan senapan korek api.
Unit tersebut dikirim ke pertempuran, dan
mereka terbukti berperan besar dalam pengepung kastil Muraki pada 1554 serta
pada Pertempuran Anegawa pada 1570.
Melihat efektivitas mereka, korps ditingkatkan
menjadi 3.000 orang dan sekali lagi membawa kemenangan, yang kali itu dalam
Pertempuran Nagashino pada 1575.
Tentara Nobunaga menjadi yang pertama memiliki
infanteri yang dilengkapi dengan baju zirah lengkap untuk masing-masing orang.
Untuk mengamankan kekuasaannya, Nobunaga
berusaha mengurangi pendapatan daimyo
saingannya dengan menghapuskan tol di semua jalan.
Dia meningkatkan pundi-pundi uangnya sendiri
dengan mencetak mata uang Jepang pertama sejak 958 dan menstandardisasi nilai
tukar antara semua koin yang berbeda yang saat itu digunakan.
Sumber uang lain yang menguntungkan adalah membebaskan
pedagang dari serikat pekerja mereka dan meminta mereka membayar biaya negara
sebagai gantinya.
Sejak 1571, survei tanah yang ekstensif dimulai
untuk membuat sistem pajak lebih efisien.
Kebijakan lain adalah menyita semua senjata
yang dipegang oleh kaum tani sejak 1576 dan seterusnya, yang disebut
"perburuan pedang".
Sementara itu, Nobunaga terus memperluas
wilayahnya, tujuannya tidak lain adalah menyatukan Jepang, hingga stempel
pribadi Nobunaga bertuliskan "Tenka Fubu", yang artinya penguasaan seluruh
Jepang dengan kekuatan militer.
Menurut sejarah Jepang yang dilansir dari World History, Nobunaga tidak ragu-ragu
untuk menghancurkan kuil Buddha mana pun dan mengeksekusi pendeta Buddha
berpengaruh yang terkait atau bersekutu dengan salah satu saingannya.
Contoh paling terkenal dari kebijakannya ini
adalah menghancurkan kompleks biara Enryakuji di gunung suci Hiei, dekat Kyoto,
pada 1571.
Nobunaga khawatir kekuatan biara dan pasukan
besar biksu prajurit yang masih turun dari gunung setiap kali mereka merasa
tidak menerima bagian dari bantuan negara.
Nobunaga menyuruh pasukannya mengelilingi
lereng Gunung Hiei dan membakar hutan yang menghancurkan kuil dan membunuh
25.000 pria, wanita, serta anak-anak.
Kondisi biara Enryakuji membaik di bawah
pemerintahan penerus Nobunaga dengan dilakukan restorasi dan kuil biara itu
kembali berjaya pada 1595.
Benteng kuil Buddha berpengaruh lainnya, yaitu
Ishiyama Honganji di Osaka, dihancurkan pada 1580 oleh armada kapal pengangkut
meriam Nobunaga.
Toyotomi Hideyoshi kemudian membangun kastil
Osaka yang terkenal di atas reruntuhannya.
Hasil dari gencarnya serangan terhadap
kuil-kuil Buddha utama tersebut, akibatnya mengakhiri pengaruh mereka terhadap
pemerintah dan kekuatan regional, posisi hak istimewa yang mereka nikmati
sepanjang periode sebelumnya.
Sementara, Nobunaga mendorong pekerjaan
misionaris Kristen di Jepang, karena dia melihat manfaat dari kontak dengan Eropa
yang membawa aktivitas perdagangan dan teknologi, seperti senjata api yang dia
gunakan untuk menghancurkan musuh.
Panglima perang juga ingin orang-orang memuja
dirinya sebagai dewa dan membangun kuil untuk tujuan itu.
Dalam strategi lain untuk membangun kultus
kepemimpinan, dia menyatakan hari ulang tahunnya sebagai hari libur nasional.
Di bidang seni, samurai Nobunaga mempromosikan
dengan baik, terutama drama Kowaka dan Upacara Minum Teh Jepang, dengan
menggunakan keterampilan dari seorang master yang diakui di bidangnya.
Sen no Rikyu adalah seorang master dari Upacara
Minum Teh Jepang (1522-1591).
Pengkhianatan dan Kematian
Pada 21 Juni 1582, ketika Nobunaga hendak
memulai kampanye di Jepang barat, dia menemui ajalnya di kuil Honno-Ji di
Heiankyo.
Panglima perang ini dikhianati oleh salah satu
bawahannya, Akechi Mitsuhide, yang juga merupakan petugas penghubung antara
Nobunaga dan shogun boneka Ashikaga Yoshiaki.
Dalam sebuah episode yang dikenal sebagai
Insiden Honnoji, Mitsuhide, untuk alasan yang tidak diketahui, meluncurkan
serangan mendadak terhadap posisi Nobunaga.
Menurut salah satu versi cerita sejarah Jepang,
ketika sudah akan ditangkap, pria yang telah menguasai setengah dari Jepang itu
melakukan seppuku (bunuh diri).
Dalam versi cerita sejarah yang berbeda,
panglima perang mati dalam api saat kuil terbakar.
Beberapa orang itu adalah tindakan pembalasan
ilahi atas pembakaran Enryakuji.
Putra Nobunaga dan pewaris terpilih, Nobutada,
meninggal dalam bencana yang sama.
Kematian Nobunaga akan dibalaskan dengan cepat
ketika jenderal utamanya Totoyomi Hideyoshi mengalahkan Mitsuhide di
Pertempuran Yamazaki dan menyatakan dirinya sebagai penerus Nobunaga.
Hideyoshi akan melanjutkan rencana Naobunaga
untuk menyatukan Jepang, sebuah proses yang akhirnya tidak selesai.
Lalu, diteruskan melalui pemerintahan
berikutnya, yaitu di bawah Tokugawa Ieyasu, yang mendirikan Keshogunan Tokugawa
dari 1603 yang akhirnya memberi Jepang sekitar 250 tahun perdamaian.
Seperti kata pepatah Jepang kuno,
"Nobunaga mencampur adonan kue, Hideyoshi memanggangnya, dan Ieyasu
memakannya." [qnt]