WahanaNews.co |
Peneliti dari Pusat Penelitian
Arkeologi Nasional (Puslitarkenas) menemukan situs hunian goa serta tulang
belulang menyerupai manusia berusia ribuan tahun di wilayah ibu kota negara
baru.
Letak goa
berada di pegunungan karst, berjarak sekitar lima kilometer dari titik nol ibu
kota negara di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan
Timur.
Baca Juga:
Artefak Curian Senilai Rp1,3 Triliun Dikembalikan Amerika ke Italia
"Kawasan
ini masuk zona inti (ibu kota negara). Goa ini berada di pegunungan karst,
hutannya primer," ungkap Ketua Tim Peneliti Arkeologi, Harry Truman Simanjuntak,
kepada awak media di Balikpapan, Sabtu (29/5/2021).
Karena lokasi
berdekatan, situs ini dikhawatirkan terdampak pembangunan ibu kota negara.
Harry
menambahkan, temuan lain di dalam goa sisa peralatan manusia atau artefak
seperti batu, tulang, juga cangkak kerang sebagai alat meramu ataupun berburuh.
Baca Juga:
Gedung 700 Meter di IKN Jadi Calon Pencakar Langit Tertinggi se-Asia Tenggara
Ada juga
bebatuan yang digali dari sungai dibawa ke dalam goa kemudian dikerjakan
menjadi alat karena ada sisa pembakaran, bekas olahan, dan lainnya.
"Temuan
lain berupa sisa manusia, seperti tulang belulang, walaupun masih fragmen
tulang lengan, gigi, belum tubuh lengkap. Tapi dianalisis bagian dari manusia.
Itu baru satu goabukti sebagai tonggak awal hunian di wilayah itu,"
terang dia.
Harry belum
memastikan usia peradaban manusia goa itu karena masih dalam penelitian, tetapi
diperkirakan terjadi ribuan tahun silam.
Perkiraan
didasarkan pada data pendukung regional yang telah telah diteliti.
"Hunian (goa)
seperti itu ada juga di wilayah lain di Kalimantan seperti Lereng Barat
Pegunungan Meratus, Kalsel. Bagian utara ke arah Sangkulirang, Kaltim, dan
lainnya," kata dia.
Dengan
demikian, kata Harry, sejak ribuan tahun silam, wilayah ini sudah dihuni secara
kontemporer dan terjadi interaksi antara satu sama lain, sebagaimana terbukti
dari kesamaan alat.
"Jadi wilayah
ibu kota negara ini punya sejarah panjang. Leluhur kita sudah huni wilayah ini
sejak ribuan tahun lalu," jelasnya.
Harry
menjelaskan, karena alasan itulah penelitian di wilayah ibu kota negara
diadakan.
Tujuannya,
menggali nilai-nilai lokal, budaya, benda sejarah, lingkungan, dan lainnya yang
terkandung dalam peradaban masyarakat lokal agar tidak hilang perubahan seiring
pemindahan ibu kota negara.
Ibu kota
negara, kata dia, bakal membawa perubahan lanskap, lingkungan, budaya,
demografi, dan lainnya.
"Prinsipnya,
ibu kota negara tidak boleh pindah asal tidak menghancurkan, memusnahkan nilai
lokal, budaya, sejarah, sosial, lingkungan, dan lainnya," tegas Harry.
"Jadi
penelitian ini semacam antisipasi. Agar nilai kewilayahan di daerah ini jadi
pertimbangan pembangunan ibu kota negara," sambungnya.
Sebab,
nilai-nilai lokal itulah yang bakal mewarnai ibu kota negara.
Seperti nilai
masyarakat lokal yang erat kaitannya dengan kebersamaan, gotong royong, dan
toleransi, yang telah ada dan bertahan sampai saat ini, agar tetap dijaga dan
terus dikembangkan. [qnt]