WahanaNews.co |
Menurut penelitian terbaru, ternyata babi dan hewan pengerat seperti tikus bisa
bernapas melalui pantat. Secara teknis, ini merupakan pengiriman oksigen
melalui usus rektal, dengan bantuan ventilator.
Baca Juga:
Manusia yang Dibekukan Bisa Hidup Kembali, Begini Penjelasannya
Hal yang sama seperti saat petugas medis melakukan prosedur
enema, yakni memasukkan cairan ke dalam kolon melalui anus.
Pernapasan melalui usus memang terdengar aneh. Namun cara
ini sebenarnya juga dilakukan ikan dan sudah diketahui ahli. Dalam kondisi
darurat saat oksigen rendah atau hipoksia, beberapa hewan air seperti teripang,
lele air tawar, dan loach air tawar memaksimakan asupan oksigen dengan bernapas
melalui isi perut.
Secara alami, ini menimbulkan pertanyaan menarik. Apakah
hewan lain dapat melakukan hal yang sama, termasuk mamalia? Meski tidak
mungkin, tim ilmuwan Jepang dan Amerika yang dipimpin ahli bedah toraks Ryo
Okabe dari Universitas Kyoto memutuskan untuk mencari jawaban dari pertanyaan
itu.
Baca Juga:
Heboh Eksperimen Sosial Tutup Aurat Cewek Seksi, YouTuber Ini Banjir Kritik
Perlu Dievaluasi
Mereka juga berharap, penelitian ini dapat menentukan
kelayakan ventilator rektal (lewat anus) untuk pasien manusia.
"Alat bantu pernapasan buatan memainkan peran penting
dalam manajemen klinis dari kegagalan pernapasan akibat penyakit parah seperti
pneumonia atau sindrom gangguan pernapasan akut," kata ahli
gastroenterologi Takanori Takebe dari Universitas Kedokteran dan Gigi Tokyo dan
Pusat Medis Rumah Sakit Anak Cincinnati.
Meskipun efek samping dan keamanan perlu dievaluasi secara
menyeluruh pada manusia, pendekatan kami mungkin menawarkan paradigma baru
untuk mendukung pasien yang sakit kritis dengan gagal napas," imbuhnya
dilansir Science Alert, Jumat (14/5/2021).
Seperti yang ditunjukkan tim, pilihan medis standar untuk
pasien dengan kegagalan pernapasan bergantung pada ventilasi mekanis atau
sistem paru-paru buatan. Namun, pandemi saat ini telah mengakibatkan kekurangan
ventilator.
Oleh sebab itu, metode alternatif yang aman diyakini dapat
memberikan dukungan tambahan untuk menyelamatkan jiwa pasien dalam situasi yang
mengerikan. Eksperimen Awalnya, subjek penelitian mereka adalah tikus yang
diberi anestesi.
Para peneliti mengembangkan sistem ventilasi oksigen untuk
dimasukkan secara anal. Mereka menginduksi hipoksia melalui intubasi trakea,
dan membandingkan tikus yang diberi ventilator lewat usus dan yang tidak
mendapat ventilator sebagai tikus kontrol.
Dari tikus kontrol, tidak ada satu pun yang bertahan lebih
dari 11 menit. Ini sangat berbeda dengan tikus yang menerima oksigen usus, 75
persen di antaranya bertahan selama 50 menit. Itu hasil yang menarik, tetapi
diperlukan abrasi mukosa usus untuk mencapai pengiriman oksigen yang paling
efisien ke lumen usus. Kelompok tikus yang menerima ventilasi usus tanpa abrasi
memiliki waktu kelangsungan hidup rata-rata hanya 18 menit.
Kadar Oksigen
Meningkat
Abrasi usus tidak mungkin dilakukan untuk pasien manusia -
terutama pasien manusia yang cukup sakit sehingga ventilasi usus menjadi
pilihan - jadi tim mencari alternatif.
Mereka beralih ke perfluorokimia cair, kelas bahan kimia di
mana atom hidrogen telah diganti dengan fluor. Ini memiliki beberapa sifat yang
menjadikannya prospek yang baik untuk ventilasi, termasuk kelarutan gasnya yang
tinggi, serta sifat fisiknya.
Di masa lalu, pasien yang mengalami gangguan pernapasan
telah dirawat menggunakan perfluorokimia cair dengan mengisi sebagian paru-paru
mereka untuk memfasilitasi transfer oksigen, dengan berbagai tingkat
keberhasilan.
Perfluorokimia telah dianggap aman secara klinis untuk
tujuan ini. Jadi, tim mencoba memperkaya perfluorokarbon dengan oksigen, dan
menggunakannya untuk mengobati tikus dan babi. Tikus ditempatkan di ruang
rendah oksigen.
Tikus yang dirawat dengan ventilator perfluorokarbon mampu
berjalan lebih lama daripada tikus yang tidak dirawat, dan lebih banyak oksigen
mencapai jantung mereka. Tikus juga dirawat untuk menilai apakah tubuhnya
menyerap perfluorokimia, untuk mengetahui keamanannya.
Akhirnya, dengan menggunakan ventilator usus perfluorokimia,
gangguan pernapasan berkurang pada babi yang dibius dalam kondisi hipoksia
non-mematikan.
Saat dirawat, kulit mereka menjadi hangat dan memerah, dan
kadar oksigen mereka meningkat, tanpa efek samping yang jelas.
Tidak jelas apakah pendekatan serupa akan berhasil untuk
manusia, tetapi tim tersebut optimis. "Tingkat oksigenasi arteri yang
disediakan oleh sistem ventilasi kami, jika diskalakan untuk aplikasi manusia,
kemungkinan cukup untuk merawat pasien dengan gagal napas parah, berpotensi
memberikan oksigenasi yang menyelamatkan jiwa," kata Takebe. [qnt]