WahanaNews.co | Iklan brand lokal asal Bandung, Rabbani, di akun Instagramnya viral di media sosial.
Video ini dinilai melanggengkan tradisi menyalahkan cara berpakaian korban pelecehan seksual.
Baca Juga:
Imbas Jadi BA Judol, Selebgram Asal Bogor Terancam 10 Tahun Penjara
Dalam video konten marketing tersebut, Rabbani menceritakan, akhir-Akhir ini sedang ramai berita tentang pelecehan seksual seolah sudah menjadi pemandangan biasa.
"Namun apakah ada hubunganya pakaian dengan pelecehan seksual?" ungkap postingan tersebut.
"Ketika Perempuan berpakaian serba minim jika terjadi pelecehan siapakah yang salah? Apakah wanita yang salah karena berpakian terbuka dan mengundang seorang pria punya niat dan berpikiran jorok, Atau pria nya saja yang punya pikiran jorok jika melihat wanita berpakian terbuka?"
Baca Juga:
YSL Luncurkan Tas Jinjing ‘Makanan Sisa’, Harganya Rp29 Juta!
"Jadi menurut rabbaners, apakah pria yang salah atau wanitanya yang bodoh?" tulis postingan tersebut seraya mengajak netizen menyampaikan opininya di kolom komentar.
Postingan tersebut mengundang banyak reaksi negatif.
Postingan ini dinilai melanggengkan tradisi menyalahkan cara berpakaian korban pelecehan seksual.
Menanggapi pro dan kontra tersebut, Direktur Marketing Rabbani, Rifwanul Karim angkat bicara.
Menurut Rifwanul, postingan yang dipermasalahkan tersebut bukanlah iklan, melainkan konten pada Instagram Rabbani.
Selama ini, dalam pembuatan konten, Rabbani tidak hanya bertujuan untuk menjual produk, tapi juga edukasi dan emosionalnya.
"Untuk konten pemasaran, kita tidak hanya bicara dari sisi rasional, produk ini terbuat dari ABCD. Kita juga buat dari sisi emosional, harus ada sisi kemanfaatannya," ungkap Rifwanul.
Dalam konten yang dipermasalahkan pun pihaknya mencoba memberikan nilai edukasi, tidak tendensius menyalahkan laki-laki ataupun perempuan.
"Postingan ini edukasi, maka bentuknya juga pertanyaan," ucap dia.
Rifwanul menceritakan awal mula konten tersebut. Ada sebuah hadits yang mengatakan, ketika umat dibangkitkan, mereka akan mengenakan pakaian sesuai dengan amal perbuatannya di dunia.
Ketika banyak berbuat amal baik maka pakaiannyaa panjang menjuntai. Namun bila amal perbuatan di dunia banyak yang jelek dan buruknya, semakin pendeklah bajunya.
Begitupun dalam kata bodoh di postingan tersebut, jangan diartikan secara harfiah.
Misalnya, rasul diturunkan di Mekah pada zaman jahiliah atau kebodohan. Bukan berarti masyarakat Arab saat itu disebut bodoh karena tidak bisa membaca, berhitung, ataupun bisnis. Tapi bodoh di sini lebih ke akidahnya, akhlaknya.
Begitupun dengan bodoh di postingan tersebut, lebih ke keislamannya. [rgo]