WahanaNews.co | Di balik kemegahannya, Candi
Borobudur menyimpan banyak jejak peradaban dunia.
Salah
satunya, musik.
Baca Juga:
43 Bhikkhu Thudong dari Thailand, Malaysia, Singapore Tiba di Candi Borobudur untuk Rayakan Tri Suci Waisak
Ada
lebih dari 200 alat musik terpahat jelas pada relief-relief candi.
Bersama
gerakan Sound of Borobudur,
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
(Kemenparekraf/Baparekraf) menggelar Sound
of Borobudur - Music Over Nations: Menggali Jejak Persaudaraan Lintas Bangsa
melalui Musik.
Konferensi
internasional yang dibalut dengan pertunjukkan musik itu sukses digelar sejak Kamis
(24/6/2021) dan akan berlangsung hingga November 2021.
Baca Juga:
Suku Mulu Wolomeze Wakili Pemkab Ngada Hadir di Acara Ruwatan Bumi
Adapun
keunikan acara tersebut, seluruh alat musik yang dimainkan merupakan rekonstruksi
alat-alat musik yang terdapat pada relief Candi Borobudur.
Ini
sekaligus menjadi upaya Indonesia dalam memperkenalkan bangunan bersejarah itu
pada dunia.
Perlu
diketahui, musik tidak dapat dipisahkan dari kebesaran Candi Borobudur sebagai
inspirasi budaya dunia, khususnya bagi bangsa Indonesia.
Monumen
Buddha terbesar di dunia itu juga telah ada sejak 800 Masehi.
Karena
itu, Candi Borobudur masuk dalam 5 Destinasi Super Prioritas dalam program Bali
Baru Kemenparekraf/Baparekraf.
Acara Musik Bertajuk Wisata Budaya
Lewat
kegiatan Sound of Borobudur,
Kemenparekraf/Baparekraf berharap wisata budaya di Indonesia dapat semakin
berkembang dan berkelanjutan.
Pemilihan
musik sebagai napas utama acara lantaran dianggap sebagai bahasa universal yang
dapat digunakan untuk menggali nilai-nilai pada relief Candi Borobudur.
Pergelaran
Sound of Borobudur menampilkan
jajaran musisi beken Tanah Air, seperti Purwacaraka dari Yayasan Padma Sada
Svargantara, Dewa Budjana, dan Trie Utami.
Ada
pula musisi perwakilan dari 5 Destinasi Super Prioritas, yaitu Vicky Sianipar,
Ivan Restore, Samuel Glenn, Moris, dan Nur Kholis.
Selain
musisi dalam negeri, gelaran Sound of
Borobudur juga dimeriahkan musisi-musisi dari 10 negara, seperti Filipina,
Myanmar, Laos, Vietnam, Taiwan, Jepang, Tiongkok, Amerika Serikat,
Spanyol, dan Italia.
Selama
ini, penelitian relief alat musik pada Candi Borobudur hanya berhenti sampai
tahap literatur.
Sementara,
kehadiran Sound of Borobudur mampu
mengeksplorasi lebih lanjut.
Tidak
sedikit alat musik dari relief berhasil direkonstrusi sehingga menjadi
inspirasi bermusik Tanah Air.
Untuk
diketahui, di Candi Borobudur terdapat sekitar 226 relief alat musik, mulai
dari jenis tiup, petik, pukul, membran, hingga ensambel.
Namun,
yang dimainkan dalam gelaran Sound of
Borobudur hanya suling, luthe, ghanta, simbal, cangka, gendang, dan saron.
Pemilihan
alat musik dari relief Candi Borobudur memiliki makna tersendiri.
Secara
filosofi, alat musik yang dimainkan bersama menimbulkan harmonisasi indah yang
melambangkan toleransi antar suku, ras, dan agama di Indonesia.
Sound of Borobudur tidak hanya terpaku pada gelaran
musik, tapi juga pameran kreatif lokal demi mempromosikan kekhasan dan
keunggulan produk.
Kehadiran
pelaku ekonomi kreatif (ekraf) lokal kuliner, kriya, dan fesyen, turut
menyemarakkan acara dan mendorong bergeliatnya kembali sektor parekraf di
sekitar Candi Borobudur.
Produk
ekraf artisan lokal itu di antaranya Coklat Borobudur, Griya Handicraft, Wang
Sinawang, Wedang, Kriya Kayu Rik Rok, Seruas Production, Mahadika Rajut, Gubuk
Kopi Borobudur, Singkong Keju Mlahar, Batik Borobudur, dan Wader Presto Yu
Sari.
Sinergi
antara pelaku ekraf dengan para musisi di Sound
of Borobudur diharapkan dapat menjadi media untuk menyejahterakan warga di
sekitar Candi Borobudur.
Sementara,
dari aspek meeting, incentive, convention, and exhibition
(MICE), perhelatan Sound of Borobudur
dapat mengembangkan dan mengenalkan 5 Destinasi Super Prioritas di Indonesia.
Lima
destinasi itu terdiri dariDanau Toba, Likupang, Borobudur, Mandalika, dan
Labuan Bajo. [dhn]