Oleh DEDDY HERLAMBANG
Baca Juga:
Terjungkal Dipepet 3 Motor, Remaja Cianjur Tewas Tertancap Pagar Trotoar
SABTU,25 Juni 2011, di
trotoar Jalan Lada, Kota Tua, Jakarta, kami berempat (saya, Anthony, Panto dan
Sugi) menggelar aksi pertama Koalisi Pejalan Kaki atau KPK.
Hari
itu juga dapat dianggap sebagai hari pertama berdirinya KPK.
Baca Juga:
Trotoar dan Badan Jalan Dijadikan Tempat Berdagang, Tokoh Pemuda Tomok Geram
Koalisi
ini sebenarnya dibentuk sebagai Gerakan Nasional untuk lebih peduli kepada pejalan kaki.
Kami
menilai, pejalan kaki sama sekali tidak diperhatikan oleh para
pemangku kepentingan dan juga masyarakat. Mulai dari keselamatan,
infrastruktruktur, regulasi, dan penegakan hukumnya.
Padahal,
aktivitas jalan kaki adalah basis transportasi --publik turun dari kendaraan apa pun, baik
umum atau pribadi, pasti berjalan kaki ke tujuan.
Sutanto
Soehodho, lewat Road Accidents
in Indonesia dalam IATSS Research (2009), mengungkapkan, di Indonesia, sebagian besar orang yang tewas akibat kecelakaan
di jalan raya adalah pengendara kendaraan roda dua atau tiga, yaitu sekitar 61
persen.
Berikutnya
adalah pejalan kaki (15 persen), pengendara sepeda (13 persen), penumpang
kendaraan roda empat (4 persen), dan pengemudi kendaraan roda empat (3 persen).
Khusus
pejalan kaki, terjadi fatalitas meninggal dunia sampai dengan 15 persen.
Ini
sangat ironis, karena mereka tidak mengendarai kendaraan bermotor, namun
menjadi korban akibat ditabrak.
Demikian
halnya pesepeda yang mencapai 13 persen, menggenapi total korban non-motorist transport (NMT) sebanyak 28
persen. Sebuah
angka yang memprihatinkan.
Pejalan
kaki dan pesepeda adalah korban predator jalan raya, yakni kendaraan bermotor.
Cek
saja data Korlantas yang menunjukkan korban kecelakaan lalu lintas mencapai
total 22.000 hingga 33.000 orang meninggal dunia setiap tahun.
Sementara, dalam
skala lebih luas, data World Health
Organization (WHO) tahun 2016 menyatakan, pejalan kaki juga kerap menjadi
korban kecelakaan, dengan angka 22 persen.
Berdasarkan
jumlah fatalitas, terdapat 5.005 orang meninggal dunia atau setidaknya terdapat
14 pejalan kaki meninggal dunia setiap harinya.
Memang, di
level global, fatalitas kecelakaan pejalan kaki lebih banyak ketimbang di
Indonesia.
Namun,
kenyataan inilah yang membuat kami prihatin.
Target
kami adalah meminimalisasi korban pejalan kaki melalui edukasi publik terhadap
keselamatan pejalan kaki.
Gerakan
KPK mulai diperhatikan publik setelah peristiwa 22 Januari 2012, yang
menewaskan 9 orang pejalan kaki di trotoar Tugu Tani, Jakarta Pusat, karena
tertabrak mobil.
Aksi
simpatik dan edukasi publik dari KPK senantiasa rutin dilakukan setiap minggu
di trotoar-trotoar rawan kecelakaan di Jabodetabek.
Saat
ini, gerakan KPK dilanjutkan oleh penerusnya, seperti Alfred, Nurul, Laily, dan
kawan-kawan lainnya.
Selain
melakukan gerakan aksi lapangan, koalisi juga memantau dan mengedukasi
masyarakat secara virtual di media sosial.
Setiap
tanggal 22 Januari, di TKP Tugu Tani, KPK dan publik selalu memperingati
preseden 9 orang meninggal tersebut untuk pengetahuan etika berlalu lintas
supaya tidak ada kejadian serupa.
Tahun
2021 ini, KPK telah menginjak usia satu dasawarsa.
Sebenarnya,
10 tahun merupakan waktu cukup lama untuk sebuah gerakan edukasi sosial yang
menuntut peradaban ruang pejalan kaki yang humanis dan berkeselamatan.
Pemerintah
mulai serius menggarap trotoar sebagai salah satu aksesibilitas dasar
bertransportasi.
Khusus
di DKI Jakarta, banyak trotoar yang diperbaiki, dilebarkan,
sekaligus penambahan fasilitas trotoar (rambu untuk disabilitas).
Namun,
sayangnya, peruntukan trotoar tidak seperti yang diharapkan, karena kerap
digunakan sebagai ruang berjualan, ruang parkir, dan dilewati kendaraan
bermotor, sehingga mempersempit ruang gerak pejalan kaki.
Harus
disadari, trotoar
merupakan salah satu infrastruktur angkutan umum pendukung first mile dan last mileyang
diharapkan dapat menjadi rangsangan masyarakat menggunakan angkutan umum
massal.
Bila
trotoar buruk, masyarakat tidak akan tertarik menggunakan angkutan umum massal.
Maka,
diperlukan desain trotoar yang humanis, aman, nyaman, kesetaraan disablitas dan
berkeselamatan untuk mendukung penambahan modal-share
angkutan umum, yang kini masih di bawah 20 persen.
Realitas Trotoar Saat Ini
Secara
hukum, pejalan kaki dilindungi Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu lintas dan Angkutan Jalan.
Pasal
131 menjelaskan secara rinci mengenai Hak dan Kewajiban Pejalan Kaki dalam
Berlalu Lintas melalui tiga ayat.
Ayat
(1) berbunyi, pejalan kaki
berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan,
dan fasilitas lain.
Kemudian
ayat (2): pejalan kaki berhak mendapatkan
prioritas pada saat menyeberang jalan di tempat penyeberangan.
Ayat
(3): dalam hal belum tersedia fasilitas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejalan kaki berhak menyeberang di tempat
yang dipilih dengan memperhatikan keselamatan dirinya.
Bila
masih sering terjadi kecelakaan dengan melanggar pejalan kaki, kemungkinan
kesalahan timbul dari faktor human
pengendaraanya, kurangnya penegakan hukum atau kurangnya pengetahuan publik
tentang fungsi trotoar.
Yang
sangat menyedihkan adalah kurang dipahaminya tentang pengetahuan fungsi
trotoar.
Seperti
yang paling baru terjadi adalah disabilitas netra menabrak truk, karena guiding blockuntuk pemandu berjalan disabilitas netra
terhalang oleh truk yang parkir di trotoar.
Distorsi
fungsi trotoar tersebut sesungguhnya menurunkan level of service jalan umum itu sendiri.
Di
Jalan Sudirman dan Thamrin, Jakarta, fasilitas trotoarnya lengkap dan cukup nyaman,
namun bila kita menoleh ke kawasan Tanah Abang, yang hanya berjarak 1 kilometer dari sana,
sangatlah kontras.
Di
kawasan Tanah Abang seperti tanpa kontrol dalam penataan trotoarnya.
Masih
sering kita jumpai trotoar tertutup oleh parkir atau ubin pemandu netra
tertutup kendaraan dan lapak pedagang.
Kami menengarai,
perencana fasilitas jalan dan kontraktor juga ikut berperan dalam buruknya
kondisi trotoar saat ini.
Ada
yang masih menganggap bahwa ubin pemandu kuning hanya sebagai estetika batas
trotoar saja.
Sejatinya,
perencanaan ubin pemandu adalah untuk memudahkan aksesibiltas disabililtas
netra.
Pemasangan
ubin pemandu yang benar adalah pemandu yang berbentuk lurus, bukan
berkelok-kelok.
Apabila
ubin pemandunya dibuat berkelok-kelok atau zig-zag
mengikuti man-hole drainase di bawah
trotoar adalah sangat tidak manusiawi bagi disabilitas netra.
Kenyataannya, ubin
pemandu yang berkelok-kelok seperti itu masih kita jumpai di kawasan Tanah
Abang.
Paling
ironis lagi adalah petugas pun belum mengetahui fungsi trotoar untuk
disabilitas, karena terkadang kendaraan mereka parkir di trotoar dan
menutupi ubin pemandu netra.
Dari
semua kondisi di atas, secara umum dapat diaudit bahwa pelayanan trotoar hanya
berupa "ketersediaan", belum ada tolok ukur "berfungsi", "keamanan",
"keselamatan" dan "kesetaraan".
Pemerintah
perlu membuat kajian mengenai Standar Pelayanan Minimal (SPM) trotoar agar setiap kantor dinas mendesain
sesuai aturan, bukan berkreasi sendiri-sendiri.
Belum
lagi kita bicara target Sustainable
Development Goals (SDGs) sebagai pekerjaan besar.
SDGs
adalah suatu rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia,
termasuk Indonesia, guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan
melindungi lingkungan.
SDGs
berisi 17 tujuan dan 169 target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030.
Khusus
transportasi, kita bisa melihat target, "point 11.2 by 2030, provide access to safe, affordable, accessible and
sustainable transport systems for all, improving road safety, notably by
expanding public transport, with special attention to the needs of those in
vulnerable situations, women, children, persons with disabilities and older
persons."
Piagam
SDGs menuntut adanya akses ke sistem transportasi yang berkeselamatan,
terjangkau, mudah diakses dan berkelanjutan.
Kemudian
meningkatkan keselamatan jalan, khususnya dengan memperluas transportasi umum
dengan perhatian khusus kepada mereka yang berkebutuhan khusus,
seperti perempuan, ibu hamil, anak-anak, disabilitas, dan manula.
Pada 25
Juni 2021, kami akan menggelar bentuk gerakan pejalan kaki yang baru untuk menyelamatkan
disabilitas dan non-disabilitas di trotoar. (Deddy Herlambang, Pengamat Transportasi,
Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi - INSTRAN)-qnt
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "KPK
dan Buruknya Pengetahuan tentang Trotoar", link untuk baca: www.kompas.com/properti/read/2021/03/11/070000921/kpk-dan-buruknya-pengetahuan-tentang-trotoar