WahanaNews.co | Mengamatipeta politik pemilihan Kepala Desa serentak du Kabupaten Tangerang, dimana sampai saat ini ada sekitar 7 calon dari unsur ASN (Apartur Sipil Negara) untuk wilayah Desa di Kab. Tangerang.
Masyarakat dan sejumlah tokoh berharap supaya calon kepala desa yang berkompetisi dari ASN di ajang pemilihan kepala desa 2021 Kabupaten Tangerang bersikap profesional dan netralitas dalam menjalankan amanah masyarakat yang demokratis dan bebas dari KKN.
Baca Juga:
Bupati Konawe Selatan Lantik 96 Kepala Desa Terpilih Hasil Pilkades 2023
Secara jelas disebutkan netralitas ASN, Kepala Desa sampai dengan perangkat Desa di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 280 Ayat 2 bahwa "Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan Aparatur Sipil Negara, Kepala Desa, Perangkat Desa, Anggota Badan Permusyawaratan Desa".
Dikutip dari penuturan Penyuluh Hukum Ahli Muda Iva Shofiya S.H. M.Si.Pada dasarnya tidak ada larangan bahwa seorang PNS mengajukan diri untuk mengikuti pemilihan Kepala Desa ataupun menjadi Kepala Desa sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) dan UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Seorang PNS dapat menjadi kepala desa antara lain diatur dalam pengaturan sebagai berikut : Pasal 46 ayat (1) jo. Pasal 43 UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
Baca Juga:
Pemkab Mukomuko Tunda Pilkades Serentak 2024 Karena Agenda Pilkada 2024
Intinya mengatur bahwa Kepala Desa yang diberhentikan sementara oleh Bupati/Walikota setelah dinyatakan sebagai terdakwa atau sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi, terorisme, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara itu diberhentikan setelah dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dalam hal sisa masa jabatan kepala desa itu tidak lebih dari 1 (satu) tahun, Bupati/Walikota mengangkat pegawai negeri sipil dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagai penjabat Kepala Desa sampai dengan terpilihnya Kepala Desa.
Kemudian, dalam hal sisa masa jabatan kepala yang diberhentikan itu lebih dari 1 (satu) tahun, Bupati/Walikota mengangkat pegawai negeri sipil dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagai penjabat Kepala Desa [Pasal 47 ayat (1) UU Desa]. PNS atau ANS dapat menjadi kepada desa dapat dilihat dalam Pasal 43 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang berbunyi:
(1) Pegawai negeri sipil yang mencalonkan diri dalam pemilihan kepala Desa harus mendapatkan izin tertulis dari pejabat pembina kepegawaian. (2) Dalam hal pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpilih dan diangkat menjadi kepala Desa, yang bersangkutan dibebaskan sementara dari jabatannya selama menjadi kepala Desa tanpa kehilangan hak sebagai pegawai negeri sipil.
Kemudian pada Pasal 59 PP Desa menyebutkan bahwa : (1) Kepala Desa yang berstatus pegawai negeri sipil apabila berhenti sebagai kepala Desa dikembalikan kepada instansi induknya. (2) Kepala Desa yang berstatus pegawai negeri sipil apabila telah mencapai batas usia pensiun sebagai pegawai negeri sipil diberhentikan adengan hormat sebagai pegawai negeri sipil dengan memperoleh hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kesimpulan dari beberapa pengaturan tersebut, maka dapat dipahami bahwa apabila seorang PNS berkeinginan menjadi kepala desa maka ia harus berhenti sementara dan harus mendapat izin dari pejabat Pembina kepegawaian (Bupati). PNS yang menjadi kepala desa dapat dikembalikan jabatan sebagai PNS apabila telah tidak menjadi kepala desa dan belum memasuki usia pensiun.
Dikutip dari pemaparan beliau bahwa setelah PNS mendapat izin dari Bupati, secepatnya mengajukan cuti terhadap istansi atau tempat dimana PNS tersebut ditempatkan bertugas.
Syarat-syarat Mengajukan Cuti Diluar Tanggungan Negara :
Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun secara terus menerus karena alasan-alasan pribadi yang penting dan mendesak dapat diberikan cuti diluar tanggungan Negara. Cuti diluar tanggungan Negara dapat diberikan untuk paling lama 3 (tiga) tahun.
Jangka waktu cuti diluar tanggungan Negara dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun apabila ada alasan-alasan yang penting untuk memperpanjangnya. Selama menjalankan cuti diluar tanggungan Negara, PNS yang bersangkutan tidak berhak menerima penghasilan dari Negara.
Selama menjalankan cuti diluar tanggungan Negara tidak diperhitungkan sebagai masa kerja Pegawai Negeri Sipil.
PNS yang tidak melaporkan diri kembali kepada instansi induknya setelah habis masa menjalankan cuti diluar tanggungan Negara diberhentikan dengan hormat sebagai PNS. PNS yang melaporkan diri kembali kepada instansi induknya setelah habis masa menjalankan cuti diluar tanggungan Negara, maka: Apabila ada lowongan ditempatkan kembali.
Apabila tidak ada lowongan, maka pimpinan instansi yang bersangkutan melaporkannya kepada Kepalan Badan Kepegawaian Negara untuk kemungkinan ditempatkan pada instansi lain. Apabila penempatan yang dimaskud tidak mungkin maka PNS yang bersangkutan diberhentikan dari jabatannya karena kelebihan dengan mendapat hak-hak kepegawaian menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Mengacu pada Undang-Undang 7 Tahun 2017 yang mengatur tentang Pemilihan Umum, Pentingnya netralitas ASN ini juga dibahas dalam Undang-undang ASN Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Didalamnya menerangkan asas, prinsip, nilai dasar, kode etik, kode perilaku ASN maupun kewajiban dan larangan PNS.
Sehingga ketentuan terkait netralitas ASN bukan hanya di undang-undang Pemilu saja tetapi juga di atur dalam undang-undang ASN dan aturan disiplin kepegawaian.
Yang juga harus digaris bawahi ancaman pidana terhadap pelanggaran netralitas khususnya kepala desa atau sebutan lainnya, seperti terdapat dalam Pasal 490 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 "Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)"
Mereka (ANS/PNS) murni merupakan perwujudan demokrasi yang merupakan aspirasi rakyat tanpa partai, sehingga dalam kontestasi Pemilu, jelas perlakuan hukumnya pun berbeda antara Kades, PNS , ASN dengan pejabat politik seperti Bupati, Walikota, Gubenur bahkan Presiden yang dengan bebas bisa menggunakan atribut partai maupun bergabung dengan partai politik dengan syarat cuti sebagaimana diatur pada Pasal 281 Ayat 1 Undang-Undang 7 Tahun 2017 "Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil Presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya.
Selain tersebut dalam Undang-Undang 7 Tahun 2017 yang mengatur tentang Pemilihan Umum, Pentingnya netralitas ASN ini juga dibahas dalam Undang-undang ASN Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Didalamnya menerangkan asas, prinsip, nilai dasar, kode etik, kode perilaku ASN maupun kewajiban dan larangan PNS.
Sehingga ketentuan terkait netralitas ASN bukan hanya di undang-undang Pemilu saja tetapi juga di atur dalam undang-undang ASN dan aturan disiplin kepegawaian. (JP)