WahanaNews.co | Metode pendeteksi kebohongan baru membuktikan bahwa pembohong yang diberi multi-tugas saat diwawancarai lebih mudah dideteksi, demikian hasil studi University of Portsmouth.
Telah didokumentasikan dengan baik bahwa berbohong selama wawancara atau interogasi membutuhkan energi mental lebih banyak daripada mengatakan yang sebenarnya.
Baca Juga:
Integritas Tinggi, 5 Zodiak Ini Pantang Berbohong dan Pilih Bicara Jujur
Dan Studi University of Portsmouth menemukan bahwa penyelidik yang meminta tersangka melakukan tugas tambahan, atau sekunder, saat diinterogasi lebih mungkin mengungkap jati diri pembohong.
Kekuatan otak ekstra yang diperlukan untuk berkonsentrasi pada tugas sekunder (selain berbohong) sangat menantang bagi para pembohong.
Tugas sekunder yang digunakan dalam percobaan ini adalah mengingat nomor registrasi mobil tujuh digit. Tugas sekunder hanya terbukti efektif jika pembohong diberitahu bahwa itu penting.
Baca Juga:
Strategi Cerdas Mengatur Keuangan dengan Gaji Suami yang Terbatas
Profesor Aldert Vrij, dari Departemen Psikologi di University of Portsmouth, yang merancang eksperimen tersebut mengatakan, “Dalam 15 tahun terakhir kami telah menunjukkan bahwa kebohongan dapat dideteksi dengan mengakali pembohong. Kami menunjukkan bahwa ini dapat dilakukan dengan memaksa pembohong membagi perhatian mereka antara merumuskan pernyataan dan tugas sekunder."
“Penelitian kami telah menunjukkan bahwa kebenaran dan kebohongan bisa terdengar sama masuk akalnya selama pembohong diberi kesempatan yang baik untuk memikirkan apa yang harus dikatakan. Kebohongan terdengar kurang masuk akal daripada kebenaran dalam eksperimen kami, terutama ketika orang yang diwawancarai juga harus melakukan tugas sekunder dan diberi tahu bahwa tugas ini penting,” katanya, seperti dikutip dari Alpha Galileo, Rabu (11/5/2022).
Ke-164 peserta dalam percobaan pertama-tama diminta memberikan tingkat dukungan atau oposisi mereka tentang berbagai topik sosial yang ada di berita.