WahanaNews.co, Jakarta - Saut Poltak Tambunan, seorang sastrawan kelahiran 28 Agustus 1952, merupakan salah satu tokoh yang mengukir namanya dalam jagad sastra Indonesia.
Lahir dan besar di Balige, sebuah kota kecil yang berada di tepi Danau Toba, Sumatera Utara, Saut telah mengabdikan hidupnya untuk mengekspresikan kepiawaian dalam menulis berbagai genre sastra.
Baca Juga:
Drama Gong Lawas AA Gede Oka Aryana Tampil di Penutupan Bulan Bahasa Bali
Karya-karyanya yang mencakup puisi, cerita pendek, novel, skenario, dan esai sastra telah merambah ke berbagai media massa. Beberapa di antaranya bahkan diangkat menjadi film layar lebar, sinetron, dan film televisi (FTV). Antara lain adalah "Jalur Bali", "Harga Diri", "Yang Perkasa", "Dia Ingin Anaknya Mati", dan "Hatiku Bukan Pualam". Karya terakhirnya, "Hatiku Bukan Pualam", selain diangkat ke layar lebar dan televisi, juga diadaptasi ke dalam sinetron dengan pemeran-pemeran ternama.
Saut Poltak Tambunan bukan hanya seorang penulis produktif, tetapi juga seorang pionir dalam pengembangan sastra daerah, khususnya bahasa Batak.
Pada tahun 2015, dia menjadi orang pertama dari suku Batak yang meraih Hadiah Sastra Rancage.
Baca Juga:
Kabar Duka, Sastrawan Remy Sylado Meninggal Dunia
Dedikasinya dalam memajukan sastra daerah tidak hanya tercermin dalam karya-karyanya, tetapi juga dalam berbagai aktivitas yang dia jalani.
Meskipun karirnya dalam sastra sangat cemerlang, Saut juga pernah merasakan pengalaman di berbagai bidang lain.
Dia sempat menjadi pegawai negeri sipil di Jakarta sambil menjalani profesi sebagai wartawan, editor, serta menulis kolom di Majalah Kartini.
Pengalamannya yang luas ini juga meliputi menjadi dosen di berbagai institusi pendidikan.
Di samping itu, Saut Poltak Tambunan aktif dalam mendirikan berbagai organisasi sastra dan komunitas penulis.
Salah satunya adalah Yayasan Pengarang Indonesia AKSARA di Jakarta, yang ia dirikan dan pimpin sebagai ketua.
Bersama dengan Kurnia Effendi, dia juga mendirikan komunitas sastra Kedai Ilalang di Bekasi, yang menjadi wadah bagi para penulis muda untuk berkembang.
Prestasi dan penghargaan terus menghampiri Saut dalam perjalanannya di dunia sastra. Dia telah menjadi pembicara dalam berbagai festival sastra internasional, termasuk Festival Sastra Internasional Ubud Writers & Readers Festival (UWRF), di mana pada tahun 2012, dia diundang sebagai senior kurator.
Tidak hanya itu, Saut juga berperan dalam mengembangkan sastra daerah dengan menerbitkan lebih dari 20 buku berbahasa Batak melalui penerbitan Selasar Pena Talenta yang ia dirikan.
Penghargaan demi penghargaan terus mengalir. Pada tahun 2022, dia diundang untuk ketiga kalinya ke Ubud Writers Festival di Bali, kali ini sebagai sastrawan berbahasa daerah, memberikan perspektifnya tentang Sastra Modern.
Bahkan pada tahun 2023, karyanya "Boan Ahu Mulak" membuatnya kembali meraih penghargaan sastra daerah Rancage.
Di luar dunia sastra, Saut juga diberi penghargaan oleh Dewan Pimpinan Nasional Batak Center dengan gelar budaya "Pande Gurit" pada bulan Desember 2022 atas kontribusinya dalam mengembangkan sastra modern bahasa Batak (Toba).
Saut Poltak Tambunan tidak hanya menulis untuk kesenangan semata, tetapi juga untuk menghidupkan dan memajukan sastra Indonesia, khususnya sastra daerah Batak.
Melalui dedikasi dan kerja kerasnya, dia telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam dunia sastra Indonesia dan menjadi inspirasi bagi banyak generasi penulis mendatang.
Melansir Wikipedia, Saut menyelesaikan/menerbitkan puluhan novel, ratusan cerita pendek/artikel dan skenario film/sinetron.
Beberapa novelnya menjadi bestseller pada dekade tahun 1980-an, diangkat ke layar lebar, sinetron, dan film televisi. Berikut adalah daftar sebagian karya-karya Saut:
Hatiku Bukan Pualam (layar lebar)
Jangan Ada Dusta (sinetron)
Dia Ingin Anaknya Mati (sinetron miniseri)
Harga Diri (layar lebar)
Yang Perkasa (layar lebar)
Jalur Bali (layar lebar)
Harga Diri (sinetron)
Hari-hari Tersisa
Biarkan Aku Merejah
Parmi
Selembut Mega Seanggun Rembulan
Kembalikan Anakku (sinetron)
Lia Nathalia (sinetron)
Permata Hati (sinetron)
Rinai Cinta Seorang Sahabat (kumpulan cerpen, 1985)
Lanteung, (kumpulan cerpen, 2004)
Jangan Pergi (kumpulan cerpen, 2004)
Jonggi (kumpulan cerpen, 2005)
Di doa Ibu Ada Namaku (novel 2005)
Sang Juara (novel 2008)
Tempias di Beranda (novel 2009)
Mangongkal Holi (kumpulan cerpen bahasa Batak, 2012)
Mandera Na Metmet (novel bilingual, bhs Batak dan Indonesia, 2012)
MetamorHoras (novel 2013)
Toektak Mandoeda Eme (kumpulan cerita pendek bahasa Batak, 2018)
Si TUMOING (1) Manggorga Ari Sogot (novel bahasa Batak 2013)
Si TUMOING (2) Pasiding Holang Padimpos Holong (novel, 2014)
Si TUMOING (3) Maniti Nambur Manapu Nipi (Novel bahasa Batak 2016)
Si TUMOING (4) Manapu Nipi (Novel bahasa Batak, 2017)
Si TUMOING (5) Mamurpur Samon (Novel bahasa Batak, 2020)
Kumpulan Puisi MASIH Meski Bukan Yang Dulu (dua bahasa, 2013),
Don’t Go Jonggi (kumpulan cerpen bhs Inggris, 2013)
Embas Sian Dakdanak (antologi bersama 4 penulis lain berbahasa Batak, Februari 2015)
Natua-tua Parsaong Ulos Mangiring, (buku puisi dua bahasa, Batak-Indonesia, 2020)
Permainan Tradisional Anak Danau Toba (Februari 2022)
Boan Ahu Mulak (Novel bahasa batak, November 2022)
Penghargaan
Tahun 2015, Saut Poltak Tambunan menerima Hadiah Sastra Rancage. Inilah untuk kali pertama karya sastra berbahasa Batak menerima penghargaan dari Yayasan Kebudayaan Rancage sejak 1988.
Tahun 2017 kembali menerima Penghargaan Rancage untuk katagori Jasa atau pembina atas penulisan sastra daerah.
Tahun 2020 menerima Anugerah Sastra sebagai Tokoh Pelestari Bahasa Daerah dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. cq Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Tahun 2022 menerima Anugerah gelar budaya PANDE GURIT' dari Dewan Pimpinan Nasional Batak Center.
Tahun 2023 menerima Penghargaan Rancage untuk ketiga kalinya atas karya novel BOAN AHU MULAK.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]