WahanaNews.co, Jakarta - Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi tonggak perekenomian di tanah air, pemerintah bahkan sudah menetapkan ketentuan khusus dalam mendefinisikan bentuk usaha yang dapat masuk sebagai kategori UMKM, lewat UU Nomor 20 Tahun 2008 (UU 20/2008) tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Menurut UU yang disebutkan di atas, UMKM merupakan istilah yang digunakan untuk bisnis yang dijalankan oleh individu, rumah tangga, atau badan usaha ukuran kecil.
Baca Juga:
Kredit UMKM Tanpa Jaminan dan Bunga di Kukar Jadi Rujukan Daerah
Sayangnya, saat ini masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa julukan UMKM adalah satu kesatuan yang memiliki pemahaman sama untuk semua jenis usaha rintisan masyarakat, padahal ketiga julukan tersebut jelas berbeda.
Adapun dalam hal penggolongan, pembedaan jenis UMKM sendiri biasanya dilakukan dengan melihat pada batasan omzet per tahun, jumlah kekayaan atau aset, serta jumlah karyawan.
Sebagai contoh dengan melihat salah satu aspek yaitu dari segi kekayaan atau aset, untuk membedakan suatu usaha dikatakan masuk kelompok mikro, kecil, atau menengah, caranya cukup mudah.
Baca Juga:
Gawat! Korban PHK di Indonesia Tembus 64 Ribu, 3 Sektor Utama Paling Terdampak
Usaha yang memiliki aset maksimal senilai Rp50 juta masuk kategori usaha mikro, kemudian usaha yang memiliki aset mulai Rp50 juta-Rp500 juta masuk ke dalam kategori usaha kecil. Terakhir, usaha yang memiliki aset mulai Rp500 juta-Rp10 miliar baru dapat dikatakan sebagai kategori menengah.
Keberadaan UMKM sebagai pilar terpenting dalam perekonomian Indonesia jelas bukan sebatas hisapan jempol belaka, klaim tersebut terbukti lewat sejumlah data yang dipublikasi oleh Small and Medium Enterprises and Cooperatives (SMESCO), sebagai lembaga yang berada di bawah naungan Kementerian Koperasi dan UKM.
Dilaporkan, bahwa sampai saat ini Indonesia memiliki sebanyak 65,4 juta UMKM yang telah berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) RI sebesar 61,07 persen, atau senilai Rp 8.573,9 triliun. Angka tersebut lebih tinggi dari usaha besar dengan nilai aset dan pendapatan tahunan di atas UMKM, yang hanya memberikan kontribusi untuk PDB sebesar Rp5.464,7 triliun.
Tidak hanya itu, disebutkan pula bahwa UMKM mampu menyerap sebanyak 117 juta pekerja atau 97 perssen dari total tenaga kerja yang ada. Dengan rincian serapan dari usaha mikro sebanyak 107,4 juta, usaha kecil sebanyak 5,8 juta, dan usaha menengah sebanyak 3,7 juta.
Karena itu, tak heran jika lewat kontribusi yang telah diberikan, UMKM memiliki hari peringatan nasional yang selalu dirayakan setiap tahunnya.
Lantas, seperti apa sejarah lahirnya Hari UMKM Nasional?
Peringatan Hari UMKM Nasional sebenarnya masih terbilang baru, bahkan belum genap mencapai usia 10 tahun. Semua bermula saat pelaksanaan Kongres Nasional UMKM dan Temu Nasional Pendamping (TNP) KUMKM II di Yogyakarta, yang di laksanakan pada tanggal 25-26 Mei 2016.
Saat itu, TNP KUMKM II diikuti oleh ratusan pendamping Koperasi dan UMKM yang berasal dari seluruh Indonesia. Lewat Kongres tersebut, dihasilkan beberapa kesepakatan, di antaranya Piagam Yogyakarta, Tri Dharma UMKM, dan yang tak kalah penting yaitu Deklarasi Hari UMKM, yang ditetapkan jatuh setiap tanggal 12 Agustus.
Dijelaskan, bahwa tanggal 12 Agustus dipilih sebagai Hari UMKM Nasional karena bertepatan dengan hari lahirnya Bapak Koperasi Indonesia, Bung Hatta, yang lahir pada tanggal serupa pada 1902.
Penetapan tersebut dimaksudkan untuk menghargai Bung Hatta sebagai tokoh yang pertama kali menjadi peletak dasar ekonomi kerakyatan Indonesia. Deklarasi Hari UMKM dibacakan pertama kali pada Hari UMKM ke-1 tanggal 12 Agustus 2016 yang bertempat di halaman Kantor Dinas Koperasi dan UMKM provinsi DI Yogyakarta.
Di sisi lain, Indonesia juga kerap memeringati Hari UMKM Internasional yang jatuh setiap tanggal 27 Juni. Menariknya, Indonesia ternyata termasuk negara yang memiliki andil besar sebagai salah satu dari 7 negara inisiator hari UMKM Internasional bersama Amerika Serikat, Australia, Korea, Kuwait, Mesir, dan Argentina.
Pada 16 Juni 2016, Indonesia diwakili oleh A.A.G.N. Puspayoga selaku Menteri Koperasi dan UKM Indonesia kala itu, Puspayoga melakukan Round-Table Meeting di Markas PBB, New York, Amerika Serikat, dalam menginisiasi Hari UMKM Internasional.
Sejalan dengan upaya besar pemerintah dalam mewujudkan transformasi digital, UMKM pun menjadi salah satu sektor yang tak terlewat untuk mendapatkan perlakuan serupa.
Terbaru, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno, melalui webinar bersama mahasiswa Universitas Bung Hatta, Rabu (11/8), menargetkan bahwa pada tahun 2025 akan ada sebanyak 30 juta UMKM Indonesia yang dapat on-boarding pada ekosistem ekonomi digital.
UMKM yang turut serta dalam program transformasi digital diharapkan dapat memaksimalkan potensi yang ada berkat kemajuan teknologi. Sehingga kontribusi UMKM untuk sektor perekonomian Indonesia--yang sebelumnya sudah memiliki performa gemilang--mampu memberikan dorongan lebih besar untuk pertumbuhan ekonomi di tanah air.
Dalam kesempatan yang sama, Sandiaga juga menekankan beberapa hal yang dapat memberikan kontribusi besar dalam mewujudkan UMKM go digital. Di antaranya literasi Sumber Daya Manusia (SDM) dan pengembangan ekonomi kreatif.
Sandiaga juga menambahkan, bahwa saat ini ada beberapa program Kemenparekraf yang tengah digodok untuk mewujudkan UMKM go digital. Di antaranya adalah gerakan Bangga Buatan Indonesia (BBI) dan Beli Kreatif Lokal.
Lewat program ini, Sandiaga berharap impian adanya 30 juta UMKM go digital pada tahun 2025 akan dengan mudah terwujud.
[Redaktur: Alpredo Gultom]