WahanaNews.co | Pemerintah melarang digelarnya lomba-lomba seperti panjat
pinang, balap karaung, dan lomba lainnya yang berpotensi mengundang kerumunan
demi mencegah penyebaran Covid-19 beberapa waktu lalu.
Baca Juga:
Ketua DPRD Kabupaten OKI, Andriyanto: HUT RI Makna Berkorban demi Bangsa
Salah satu dari lomba-lomba yang dilarang itu tentunya
adalah panjat pinang. Permainan panjat pinang sudah mencari ciri khas dalam perlombaan di hari
kemerdekaan. Namun, ada bahaya dari oli bekas yang biasa digunakan pada lomba
panjat pinang bagi tubuh.
Pelumas atau oli bekas biasa digunakan untuk melapisi batang
pohon pinang. Tujuannya yakni membuat permukaan batang pinang jadi licin dan
sulit untuk dipanjat, sehingga permainan jadi lebih menantang. Namun banyak hal
yang tidak diketahui seputar penggunaan oli bekas.
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
tentang Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3), oli bekas
masuk dalam ketegori limbah berbahaya. Karena merupakan hasil sisa pembakaran,
oli motor atau oli mobil bekas bersifat asam, deposi, dan korosif.
Baca Juga:
Peran Kejaksaan dalam Perjuangan Kemerdekaan: Jejak Tokoh-Tokoh Terkemuka
Jika kandungan dalam oli bekas punya sifat seperti pemaparan
di atas, itu artinya penggunaan oli bekas lebih baik dihindari, salah satunya
menghindari risiko terjadinya iritasi.
Mengutip dari laman lupromax.co.id, Selasa, 17 Agustus 2021, jumlah
logam berat yang akumulasi dalam tubuh dapat sebabkan kerusakan ginjal,
gangguan fungsi saraf, sampai risiko kanker.
Selain itu bahan campuran oli bekas yang dibalur di
permukaan batang pinang jika bersentuhan dengan serat kain akan sulit sekali
untuk dihilangkan sebab unsur penyusun senyawa oli bersifat tidak larut di air
sehingga dapat merusak pakaian yang dipakai saat ikuti perlombaan panjat
pinang.
Sejarah Panjat Pinang
Panjat Pinang mempunyai sejarah sejak zaman Belanda dulu.
Berdasarkan sumber yang dihimpun, Selasa (17/8/2021), di Belanda panjat pinang
disebut De Klimmast atau panjang tiang.
Belanda melaksanakannya setiap 31 Agustus pada era itu
lantaran berbarengan dengan ulang tahun Ratu Belanda Ratu Wihelmina. Sedangkan
di Indonesia digelar pada 17 Agustus bertepatan dengan Hari Kemerdekaan RI.
Sejatinya panjat pinang ini diperuntukkan bagi kaum pribumi
saja. Mereka berlomba memanjat dan menangkap hadiah yang berada di atas seperti
makanan dan pakaian serta benda-benda yang dianggap mewah untuk kalangan
pribumi.
Sementara, kaum elite Belanda menontonnya sambil tertawa.
Sebagai hiburan untuk masyarakat, Belanda memberikan banyak hadiah. Namun,
hadiah tersebut tidak bisa didapatkan dengan cuma-cuma. Masyarakat harus
berlomba menaiki batang pohon pinang yang telah dilumuri minyak hingga licin.
Masyarakat yang ingin mendapatkan hadiah harus rela bersusah payah memanjat
pohon pinang yang tinggi dan licin.
Hal inilah yang menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Masyarakat
yang kontra beranggapan ini melukai nilai-nilai kehidupan masyarakat. Yang satu
berjuang meraih hadiah di atas pohon pinang, yang satu tertawa melihatnya.
Di sisi lain yang pro yakni lomba panjat pinang juga mampu
memperkuat rasa saling gotong-royong antarmasyarakat. Saling membantu dan
pantang menyerah. [rin]